Senja memerah di Kota Jogja. Kinanthi menyusuri “karpet merah” menuju Siti Hinggil Kraton Yogyakarta. Entah, sore ini dia ingin sekali membaur dengan barisan orang-orang yang bergegas menyeberangi Alun-Alun Utara itu. Berkali-kali dia hampir terjatuh, tersenggol orang-orang yang sepertinya tak mau kehilangan waktu sedetikpun. Jogja memiliki terlampau banyak tempat wisata yang sayang untuk dilewatkan. Padahal waktu mereka terbatas. Jadi beginilah mereka, jalan bergegas-gegas seperti prajurit yang mau maju ke medan perang.
Kinanthi mencoba menegakkan langkahnya. Suara-suara berdengung di sekelilingnya seperti membaur dengan suara-suara di kepalanya. Dan ini memang saat-saat yang dia tunggu. Suara-suara itu jalin-menjalin, seperti berperang saling rebut kuasa atas dirinya. Kinanthi sangat berharap, suara-suara di kepalanya lah yang kalah. Suara-suara yang membuatnya lelah. Kinanthi berharap, suara-suara itu lenyap, berganti dengan dengung suara bernada gembira dari para wisatawan ini. Kinanthi sangat ingin seperti mereka. Riang, lepas tanpa beban.
Tapi sepertinya Kinanthi terlalu berharap banyak. Seiring derap menjauh barisan itu, seiring itu pula suara-suara di kepalanya semakin keras berdengung. Ia benci suara itu. Karena ketika suara-suara itu muncul, berdengung di kepalanya, dengan kecepatan tinggi ia akan menarik suara-suara lain yang tak diinginkannya…..
“Kenapa kau belum menikah? Jangan membuatku semakin merasa bersalah”.
“Kenapa harus merasa bersalah? Ini hidupku. Dan aku berhak membuat keputusan apapun atas hidupku”.
“Engkau tahu, aku berusaha menepati janjiku padamu untuk membahagiakannya. Tapi sepertinya aku takkan berhasil. Semakin keras usahaku membahagiakannya, semakin perih hatiku karena mengingatmu. Semestinya aku tak mengambil pilihan meninggalkanmu. Bisakah kita memperbaiki semuanya? Aku akan bicara baik-baik dengannya. Aku juga tak bisa terus-terusan menyakitinya”.
“Bukankah sejak awal sudah kukatakan, setiap pilihan melahirkan konsekuensi. Dan dulu engkau bilang siap menanggung konsekuensinya. Dan inilah konsekuensinya. Kenapa sekarang engkau ingin melarikan diri dari konsekuensi itu?
“Aku serius, aku akan segera memprosesnya”
“Untuk apa? Toh, hatiku juga sudah kutambatkan pada orang lain”.
“Pada orang yang nggak jelas itu… Kamu sendiri nggak yakin dengannya. Bukankah kau bilang kau perlu matahari? Aku siap menjadi mataharimu. Dia….., apa dia siap menjadi mataharimu? Seperti kau bilang, dia adalah jailangkung. Yang datang tak diundang, dan pergipun tak diantar. Seperti itukah matahari yang kau harapkan? Harimu akan berselimut mendung. Ijinkan aku menjadi mataharimu. Ayuhlah, katakan ya. Dan segera kuproses semuanya”.
“Stop, jangan menjanjikan apapun lagi untukku”.
…………………………………………………………………………………….
Kinanthi memutuskan untuk berbalik arah, pulang. “Cara ini takkan membantuku”, pikir Kinanthi. Disimpanginya langkah-langkah bergegas itu. Halte bus menjadi tujuannya sekarang. Sudah banyak orang di halte tak bernama itu. Sebagian wajah sudah sangat familiar dengannya. Ibu penjual tahu, Bapak tukang parkir, beberapa penjaga toko sepanjang malioboro, dan tentu saja para pengamen.
Bus datang. Kinanthi mengambil tempat bersisihan dengan Bapak tukang parkir. Sebenarnya Kinanthi ingin “diam” sejenak. Tapi Bapak tukang parkir rupanya tak peduli.
“Nduk, kok diam saja. Biasanya sumringah kalau pulang. Lha ini wajahnya kok ditekuk-tekuk kayak gitu…”
“Ndak papa kok Pak. Hanya sedikit capek saja”, Kinanthi membalas tak bersemangat.
“Whe lah, cilaka iki. Lha kalau kamu mumet, aku takon karo sopo iki…”.
“Lha wonten napa to Pak. Nggak papa, tanya saja. Kalau saya tau ya saya jawab”.
“Iki lho Nduk, aku tu bingung. Calon presidene kok podho kakehan janji kuwi, terus sik tak pilih sik sopo?”
Sejenak Kinanthi termenung. Pikirannya melayang ke peristiwa siang tadi. Ah, kenapa orang suka sekali menebar janji. Padahal dia sendiri tak tahu mampu tidak memenuhi janji itu. Manusia, ketika sudah berbenturan dengan kepentingan, apapun jadilah…
“Lho, Nduk…kok malah ngalamun. Piye, siapa yang harus tak contreng besok tanggal 8. Lha janjine apik kabeh je. Coba lihat ini. Sejumlah Janji dan Kontrak Politik Capres-Cawapres. Semua rak elok tho…”, Bapak tukang parkir mengangsurkan koran yang dipegangnya. Dan di sana memang tertulis dengan jelas janji-janji manis dari Capres-Cawapres.
“Wah, kalau yang ini saya juga ndak tau Pak. Tapi menurut saya, yang bisa jawab ya Bapak sendiri. Hati Bapak paling sreg dengan yang mana. Insya Allah hati kita itu lebih jujur menilai sesuatu. Nggih tho Pak…”
“Iyo yo Nduk. Wis, aku tak madep mantep melu atiku wae. Matur nuwun Nduk, kadang sik enom ki luwih iso maca tinimbang wong tuwo”.
Nggih Pak, sami-sami. Namung ngepasi kok Pak. Di banyak waktu, yang muda yang memang harus ngangsu kawruh sama yang banyak pengalaman seperti Bapak”.
“Iyo. Iki wis meh tekan klithikan. Kamu turun sini tho….”.
“Inggih Pak. Saya turun dulu nggih...”
Kinanthi baru saja melangkahkan kaki masuk ke rumah ketika tiba-tiba ponselnya berbunyi. Sebuah pesan nampak di layar. “Tante, tanggal 8 Juli nyontreng yang mana? Bundanya Husein bingung nih. Soalnya semua Capres berjanji manis. Nte, kapan main ke Tulungagung? Nenek juga kangen lho sama Tante…”
Ah, lagi-lagi soal janji. Membuat bingung orang saja. Begitu mudah orang mengobral janji. Kayak obral baju aja. Mending in….sat dengan obral obrolnya. Bisa ngirit dikitlah. Andainya mereka yang berjanji itu sadar dengan konsekuensi dari apa yang mereka janjikan, mungkin mereka akan berpikir ulang. Dan aku hanya bisa berkata :
Izinkanlah.... aku mengakhiri semua
Izinkanlah.... aku mengakhiri dusta
dan kepalsuan yang kau samarkan ……. (Nike Ardilla)
STOP OBRAL JANJI
* Thanx to seorang sahabat untuk cerita inspiratifnya. Sungguh, tepat pada waktunya…
* Tulisan ini didedikasikan untuk :
wah ini ceritanya tentang janji...mulai dari janji ke satu orang, samapi janji ke banyak orang. tetap saja semuanya adalah janji. punya hukum untuk ditepati.
ReplyDeletejangan lupa...termasuk janji kepada diri sendiri(ini yang susah malah.....hehehe)
dan postingan ini adalah salah satu pembuktian janji terhadap diri sendiri. rak iyo tho Mas. hehe...
ReplyDeletedan harus ksaya akui, kali ini saya yang ngekor. saya ngintip tadi postingan njenengan sudah muncul bahkan ketika saya baru memulai menganyam cerita. ah ya, benar sekali. memenuhi janji kepada diri sendiri itu lebih susah.....
Kalau cerita ini saya konversikan dalam bisnis, obral janji atau over promise memang sering terjadi hanya demi mengejar target penjualan. Tidak masalah sih sebenarnya kalau ditepati, namun yang sering terjadi masalah kadang janjinya melesat. Sehingga akibatnya pelanggan jadi kecewa atau harapannya tidak terpenuhi.
ReplyDeletewah.... pas banget ya tu certa dengan temanya.. salam CTD...
ReplyDeleteobral janji sudah menjadi penyakit massal di negeri ini, mbak lintang. semoga saja kinanthi tak tergoda dan masuk dalam perangkapobral janji itu.
ReplyDeleteCeritanya bagus sekali mba, dan pesan yang terkandung didalamnya juga jelas...Mba ona iki memang pintar buat cerita nggih..
ReplyDeleteKulo mawon bingung mba, ngge tanggal 8 sesuk pilih sapa..hehe..yang penting jangan golput tho.
Orang golput tuh orang yang tidak berani ambil resiko, padahal semua keberhasilan membutuhkan pengorbanan tho..
salam sukses mba lintang opo mba ona sih dipanggilnya.. :)
to Mas Sumartono
ReplyDeletenah, itulah Mas. masalahnya itulah masalahnya. meleset, terkadang sengaja memelesetkan diri, sepertinya sudah menjadi kebiasaan banyak orang di negeri ini. di bidang apapun.....
(sambil tepuk tangan mendengar sindiran capres JK ke capres SBY tentang pilpres 1 putaran. panas, panas, panas........)
to ByGy A12Rea'S
ReplyDeleteya harus cocok lah. lha wong idenya memang dari tema. kalau ndak cocok nanti saya dipenthungi ma team CTD. takuuuuuuut.........
salam kreatif too. STOP OBRAL JANJI kan...???
to Pak Sawali
Indonesia memang kreatif ya Pak. tak hanya sunatan massal, nikah massal, tapi juga ada penyakit massal. weleh, weleh, weleh.... si komo ndak jadi lewat dah......
bout Kinanthi, saya akan bantu pastikan untuk tak masuk ke dalam perangkap tu pengobral janji. stop obral janji pokoknya Pak....
to Mas Ricky
kenapa mesti bingung Mas. kata Kinanthi, tanya saja pada hati. kalau hatinya ndak mau njawab, tak pinjemi hati saya po? kalau hati saya ndak ditanya pun sukanya teriak-teriak. terkadang dia memang suka over acting untuk menarik perhatian. apalagi kalau kelaparan. lho apa hubungannya dengan laper ya. maksudnya, saya yang lagi laper sekarang....... (sambil nglirik mbak miyako sudah selesai belum masaknya...)
u panggilan, monggo silahkan saja. tapi saya memang lebih banyak mengenalkan diri dengan Ona.
Salut, jempol kanan mba [tangan lho bukan kaki] "janji manis gambang di tebar dan ga peduli siapa yang nemu, toh itu hanya janji bukan bukti" itulah suara hati, kalau saja mereka mereka itu bisa mendengarkan sedikit saja kata hati bukan kata janji, mungkin akan berkurang sedikit pengangguran, pengemis pinggir jalan, para gepeng, korban lapindo tapi apa lacur, toh janji itu lebih gampang di berikan dari pada bukti, pendidikan gratis, eh salah salah kalau salah satu calaon terpilih perusahaan tempat akau menyandarkan hidup akan di tutup lha mo di kemanai yang 12.000 karyawannya [baru isu sih] tapi apa itu pantas di tebar lha malah bikin sebagian ga tenang, ya mungkin sebagian sih akan lebih tenang karena harapannya terwujud, semoga Allah selalu memilihkan jalan terbaik untuk kita semua, amin
ReplyDeleteWoowww...Pandai sekali merangkai kata2 nya menjadi sebuah cerita....
ReplyDeleteSTOP..Jangan lagi..Jangan Obral janji lagi(sambil nyanyi)
Salam semangat Bocahbancar........
apa kabar mba ona,mba saudaranya ona sutra bukan?ataw ona satin,ona cotton mungkin,hehe...(maaf cm canda)sepertinya kalo ngga ngobral janji belum lengkap pembicaraannya,gitu kali ya mba...apalagi soal capres-cawapres,semuanya manis2 di ujung lidah yang pahitnya disimpan dibawah lidah.beruntung mba punya kesempatan nyontreng,paling ngga sudah mewakilkan satu suara untuk indonesia.sedang saya sejak lahir ampe sekarang belum pernah ngerasain deg-degan nya nyontreng milih presiden. hiks...hiks...hiks.
ReplyDeleteBerknjung mbak bunga, (maaf ya dulu waktu coment di mas arief saya bilang mas, hehe..sory sory). Saya suka dengan kata mbak ini. Setiap pilihan melahirkan konsekuensi. jangan sampai kita ingin melarikan diri dari konsekuensi itu. hadapailah segala sesuatu dengan hati tegar.jangan pernah putusasa. Bahkan kata pamannya spiderman, seiring munculnya kekuatan besar akan muncul tanggung jawab besar.jangan menyerah...BTW nanti nyontreng sapa ya???
ReplyDeleteto Mas Mukhlis
ReplyDeletelah, isunya kok menegangkan seperti itu? turut berdoa deh Mas biar tetep hanya menjadi isu belaka. nggak kebayang kalau tiba-tiba 12.000 orang menganggur bersamaan. ah, janganlah......
to Bocahbancar
jangan-jangan kau mengobral janjimu
jangan-jangan kau mengobral palsumu
buktikanlah saja padaku
apa yang engkau mampu.....capresku... (pinjam gaya ST 12...)
lah, kok malah melu nyanyi. bersemangat -bersama kita bisa- . salam......
to Mbak Sari
ReplyDeleteiya Mba, kami memang saudaraan. saudara sebangsa setanah air, se-Indonesia raya. hehe...
Lho, bukannya KBRI di sana memfasilitasi penyontrengan tho Mbak... tapi kalau misalnya tetep ndak bisa nyontreng, pas saya nyontreng nanti saya niatkan untuk contrengan kita berdua gimana. dan itu berarti njenengan harus manut dengan pilihan saya. tak boleh tidak. hehe....
salam, dan STOP OBRAL JANJI.....
to Baitul Alim
eh, saya juga suka kata-kata Pamannya mr Spiderman tu. dalem banget maknanya. seiring munculnya kekuatan besar akan muncul tanggung jawab besar. seiring janji yang besar, akan muncul tanggung jawab pembuktian yang besar juga. makanya....... Stop Obral Janji sajalah...
btw terima kasih u kunjungannya.......
janji memang mudah sekali untuk diucapkan tapi tiba saat untuk menepatinya seribu alasan untuk tak menepatinya,, kalo bisa tidak berjanji aja berat tanggungannya salam kenal mas
ReplyDeleteCerita yang menarik mbak ona.. Untuk meyakinkan orang selai berjanji apa ada mbak? yang lebih joss gitu.. btw good article..
ReplyDeleteHebat... cerita ibu adalah cermin yang dialami masyarakat saat ini dan detik ini. Mereka gerlya dengan cara yang berbeda-beda, tapi biarlah.... Berdo sajalah yang kita mampu agar semua beubah lebih baik
ReplyDeleteto Mas Alfon
ReplyDeletedi jaman yang menawarkan begitu banyak kemudahan ini memang sangat menggoda orang untuk anggap enteng janji Mas. padahal orang itu diihat dari kemampuannya memegang kata-katanya kan. yah, semoga kita dikaruniai seorang pemimpin yang mampu membuktikan apa yang sudah dijanjikannya.
oya, salam kenal balik. btw, lain kali panggil mbak ja ya. karena saya wanita. hehe....
to Mas Zam
ReplyDeletesaya kira masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk meyakinkan orang. performa kita misalnya. saya kira orang akan jauh lebih percaya ketika mengetahui kredibilitas kita daripada janji yang kita ucapkan. salah satu teman pernah bercerita, satu waktu dia membutuhkan investor untuk usahanya. singkat cerita datanglah seorang investor. teman saya tersebut tidak menjanjikan apa-apa. lha wong dia juga ndak bikin proposal. dia hanya mengajak calon investornya ke tempat produksinya. dan alhamdulillah, kesepakatan terjadi. ini hanya satu contoh saja. dan saya kira masih banyak hal lagi Mas Zam. ya to...
to Pak Budi
iya Pak. doa orang-orang yang begitu tulus menyuarakan perubahanlah yang saya yakini bisa mengubah wajah Indonesia menjadi lebih baik. dan saya sangat berharap, semakin hari semakin banyak yang menyuarakan perubahan. semoga...
tindakan dan karya nyata sudah mewakili seribu kata di dunia ya mas :) salam kenal
ReplyDeletekunjungan malam sekalian numpang baca............
ReplyDeleteto Mas Alfon
ReplyDeleteyup, meski di lain waktu satu dua kata bisa mewakili beribu tindakan kita. salam kenal balik. btw saya wanita lho Mas....
to penjelajah dunia maya
monggo, dan terima kasih untuk kunjungannya. semoga isi blog ini bisa memberi inspirasi untuk Njenengan