Thursday, December 25, 2008

Setitik Kabut Selaksa Cinta

Itu adalah judul novel yang dikarang Asma Nadia. Seorang penulis muda yang cukup produktif menelurkan karya bergenre Islam pop. Seorang teman menghadiahi saya novel tersebut ketika saya terbaring di RS Sardjito beberapa tahun lalu. Saya tidak tahu pasti, niatan di balik pemberian novel itu apa. Yang jelas saya sangat suka dengan judul novel tersebut. Isinya, boleh juga. Cukup mampu menghibur saya yang sedang terbaring di RS waktu itu. Alurnya relative mudah ditebak. Sebenarnya saya lebih suka novel yang alurnya susah ditebak. Novel dengan alur yang susah ditebak memberi kita banyak kesempatan untuk terkejut-kejut dan tentu saja penasaran untuk terus membacanya. Novel jenis inipun juga membangkitkan selera untuk membacanya berulang-ulang tanpa rasa bosan.

Tapi di sini saya tak ingin mengajak Anda untuk membahas tentang berbagai jenis novel. Saya juga tak ingin menceritakan isi novel tersebut pada Anda sekalian. Saya hanya ingin berbagi dengan Anda, sahabat-sahabat kehidupan. Satu fragmen kehidupan yang baru saja saya nikmati. Life, tanpa sensor. Judulnya “Setitik Kabut Selaksa Cinta-nya Mbak Tri-Mas Joko”. Judulnya sengaja meminjam judul novelnya Mbak Asma Nadia (dengan sedikit sentuhan). Alasannya simple seeh. Begitu peristiwanya terjadi, saya langsung teringat judul novel tersebut. Anda penasaran…??? Yuk, kita nikmati bersama…..

Senja memerah di Pasar Milir, tempat aku turun dari bus jurusan Jogja-Wates. Genap dua minggu sudah tak ku jenguk desa dengan segala pernak-perniknya. Sejujurnya berat untuk pulang, seberat untuk tidak pulang. Nah, bingung kan? Alasannya adalah, kalau aku tidak pulang, kasihan Bapak dan Ibu yang merindukanku (ih, sok dirindukan. Narsis deh…). Kalau pulang, ada banyak pertanyaan yang harus kujawab. Dan jawabanku, aku tahu, akan mengecewakan mereka. Jadi begitulah, acara pulang menjadi acara yang rumit buatku (aku juga heran, kenapa aku membuatnya rumit ya. Mungkin karena aku suka novel yang rumit kali ya. Eh, nggak nyambung ya…Kalau dipikir-pikir, jalan hidupku memang relative berbeda dari saudara-saudaraku. Ribet kalau kata adikku. Entahlah…, yang jelas aku enjoy menjalaninya. Dan satu yang kuyakini, jika ingin mendapatkan hidup yang berkualitas, hidup yang di atas rata-rata, memang harus mau membayar harganya. That’s it.). Lho, kok malah jadi curhat. Kembali ke laptop, eh ke cerita.

Sambil menunggu adikku yang berjanji akan menjemput, iseng kuhitung jumlah burung gereja yang bertengger manis di kabel listrik. Jadi teringat burung-burung kecil di seputaran Titik 0 Jogjakarta. Senja mendung seperti ini biasanya mereka sudah bermanuver cantik di atas gedung bank BNI, kantor pos besar, dan tentu saja beringin besar istana mereka. Jangan bayangkan bisa menghitung jumlahnya. Ribuan bahkan mungkin puluhan ribu kali ya. Langit seperti tertutup gulungan hitam yang meliuk-liuk menarikan tarian mistis. Setiap kali melihat mereka, ku bayangkan aku sedang melihat burung-burung ababil yang dikirim Allah untuk menghancurkan pasukan Abrahah yang sedang menyerang ka’bah.

Saat anganku masih mengembara ke Jogja, tiba-tiba ada tangan yang menyentuh pundakku. “Nunggu jemputan ya”, sapa pemilik tangan. Ehm, ternyata aku mengenalinya. Mbak Tri namanya, tetanggaku yang menjadi guru di sebuah SMA di Wates. “Iya Mbak, adikku belum datang. Katanya 10 menit lagi baru bisa datang”, jawabku berbasa-basi. Sebenarnya aku lebih memilih meneruskan kembara anganku dari pada berbasa-basi untuk saat ini. Entah, biasanya aku yang cerewet tak bisa diam ketika dalam situasi seperti ini. Tapi begitu melihat rona yang membayang di wajah beliau, sontak kuberubah pikiran. Sepertinya ada yang perlu curhat nih. O la la, dan betul tebakanku saudara-saudara. Tak menunggu berapa lama, mengalirlah cerita beliau. Aku juga heran, kami kan jarang bertemu. Kenapa beliau bisa begitu saja percaya padaku ya. Atau jangan-jangan di jidatku ini sudah menempel emblem bertuliskan “Terima curhatan, kapanpun dan dimanapun. Free…”. Tapi tadi pagi saat aku berkaca aku yakin tidak melihatnya. Dan anehnya, peristiwa seperti ini bukan satu dua kali terjadi. Ya, kuanggap saja ini cara Tuhan mendidikku.

“Aku lagi bingung dengan suamiku, Dik”, Mbak Tri memulai cerita. Demi mendengar prolog ceritanya, aku langsung meringis. Heran, aku kan belum menikah. Kenapa juga orang-orang sudah bersuami itu lebih mempercayakan curhatnya pada orang yang belum punya pengalaman. Tapi nggak mungkin kan aku menyetop ceritanya dan memintanya curhat ke Ibu’ku misalnya. Sudahlah, kudengarkan saja ceritanya.

“Sudah satu bulan ini kami banyak berdiam diri. Ada yang salah kurasa. Mas Joko tak lagi seperti Mas Joko yang dulu kukenal. Mas Joko yang ulet, pantang menyerah dan bertanggung jawab. Padahal kami akan segera punya anak. Kewajiban mencari nafkah kan ada di pundak suami ya. Kalaupun istri bekerja, itu adalah sedekah dari sang istri. Iya kan, Dik”.

Hmm, kasus ini lagi. Kenapa ya beberapa waktu ini aku menemui kasus mirip-mirip seperti ini? Fenomena yang wajarkah? Aku baru saja akan membuka mulut menanggapi, tapi kuurungkan. Aku mau bicara apa? Pakai landasan apa? Lha beliau sudah lebih berpengalaman je. Aku, pertama belum menikah, kedua bukan lulusan psikologi. Ketiga , kalaupun aku punya ilmunya, aku tidak ingin menggurui. Lha wong beliau seorang guru. Jadi, kuputuskan untuk menjadi pendengar yang baik saja. Di salah satu buku yang kubaca mengatakan bahwa sebagian besar wanita yang curhat sebenarnya hanya ingin didengar saja. Memang tidak semuanya seperti itu. Ada sebagian kecil yang ketika curhat memang untuk mencari pemecahan atas permasalahan yang terjadi. Dan kalau kulihat, Mbak Tri dalam kasus ini sepertinya hanya butuh seorang teman yang mau mendengar keluh kesahnya. Terbukti, beliau meneruskan lagi ceritanya tanpa memintaku berpendapat.

“Sebenarnya aku ingin menyampaikan ketidaksukaanku ini pada Mas Joko. Tapi aku khawatir akan semakin menambah parah keadaan. Sejak aku diterima jadi PNS, sikapnya semakin aneh. Aku tahu, walaupun Mas Joko senang aku diterima jadi PNS, di sisi yang lain Mas Joko berat untuk menerimanya. Sepertinya Mas Joko semakin minder. Padahal aku sudah berusaha bersikap sewajarnya”.

“Lha kalau Mbak sendiri inginnya Mas Joko seperti apa, Mbak”, tanyaku memecah kebisuan yang tiba-tiba tercipta. “Aku tu maunya Mas Joko berbuat apa kek. Aku nggak menuntut banyak. Kalau untuk mencukupi kebutuhan, dari gaji sebenarnya sudah cukup. Toh kami belum membutuhkan dana besar untuk anak. Tapi paling tidak, aku juga pengen merasakan seperti wanita-wanita lain. Aku iri melihat kebahagiaan teman-temanku saat mereka menerima uang dari suaminya (aku juga… lho, emangnya aku sudah bersuami? Ngayal deh…). Ini lagi, katanya mau jemput jam lima. Ini sudah jam berapa? Jam enam kurang kan? (duh, kalau hati lagi panas, pemicu sekecil apapun sudah cukup untuk membakar hati ya)”.

Aku mencoba memberikan senyum yang paling meneduhkan. Berbicara sepertinya bukan pilihan tepat. Saat-saat jeda yang terasa panjang itulah tiba-tiba seorang laki-laki serasa pendekar datang menghampiri. Berselempang penyesalan, berpedang keikhlasan. Dengan sikap tawadhu tapi bukan tunduk, beliau meminta maaf. “Maaf Dik, tadi baru saja menyiapkan kandang. Hari ini aku resmi joinan dengan temanku. Kami bersepakat menghidupkan lagi peternakan ayam petelur yang dulu kami bangun”.

Kulihat Mbak Tri terperangah. Perlahan tapi pasti, kabut itu mulai memudar dari wajahnya. Berganti dengan binar yang sulit kulukiskan dengan kata-kata. Mbak Tri mendekatiku dan berbisik, “Dik, aku sudah mendapatkan jagoanku kembali. Ternyata aku yang kurang sabar mengikuti prosesnya. Terima kasih ya sudah mau mendengarku. Aku pulang dulu ya”. Senyum dan anggukanlah yang kuberikan sebagai jawaban. Karna aku tahu, Mbak Tri tak membutuhkan apapun lagi kini.

Ah, ternyata. Kabut itu hanya setitik. Tetap saja cinta mampu menemukan jalannya.

Add. Salam penghormatan untuk siapapun Anda yang telah memutuskan untuk berjuang, memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang Anda cintai.

Selengkapnya...

Monday, December 22, 2008

Wanita-wanita Perkasa : Bu Prapto, Penjual Gorengan Keliling

Duduk di hadapanku, seorang ibu
Dengan wajah sendu, sendu kelabu
Penuh rasa haru dia menatapku
Penuh rasa haru dia menatapku
Seakan ingin memeluk diriku

Dia lalu bercerita tentang
Anak gadisnya yang tlah lama tiada
Karna sakit dan tak terobati
Yang wajahnya mirip denganku
Yang wajahnya mirip denganku…..

Lagu itu, yang entah dinyanyikan oleh siapa, terasa begitu pas dengan yang kualami. Ini bukan sekedar lagu. Tapi ini adalah kisah nyata yang kualami, karna tepat di hadapanku memang tengah duduk bersimpuh seorang ibu. Namanya Bu Prapto. Sudah sejak lama beliau mengamatiku, begitu beliau mengakui. Tapi beliau tak pernah punya keberanian untuk menemuiku. Dengan menahan sesak di dada, beliau memilih mengamatiku dari balik pagar. Padahal sebenarnya mudah bagi beliau untuk mendekatiku, karena pintu kantor selalu terbuka.

Akhirnya, satu waktu beliau tidak mampu menahan diri. Sambil menahan debaran di dada, beliau memberanikan diri untuk mendekatiku. “Jajanan Jeng, krupuk, gorengan….”, begitulah cara beliau mendekatiku. Bu Prapto adalah penjual gorengan keliling yang beroperasi di seputaran alun-alun utara. Sebenarnya aku awalnya tak begitu berminat. Tapi seperti biasa, aku selalu saja susah untuk mengatakan tidak. Kubayangkan beliau sejak pagi sudah susah payah memilih dagangan, tiba-tiba dengan mudahnya kukatakan tidak. Uh, tentu ini akan membuyarkan impian-impian kecil yang dibangunnya hari ini. Mungkin membelikan cucunya es krim, atau sekedar membelikan anak lelakinya makanan kesukaannya.

Membayangkan itu aku jadi tidak tega (Adikku selalu memprotes sikapku ini. “cepet abis duitnya kalau setiap ada yang meminta dikasih, setiap ada yang jualan dibeli”, begitu protesnya. He…., aku meyakini bahwa setiap orang sudah diatur rejekinya. Dan menurut hukum keseimbangan, semakin banyak kita memberi, semakin banyak kita dapatkan. Bahkan menurut hukum sedekahnya Yusuf Mansyur, semakin banyak kita memberi, akan semakin bertambah banyak lagi yang akan kita terima. Jadi, kenapa harus pusing…He, kata temanku ini hanya apologiku saja karena belum berhasil menghilangkan kebiasaan “tidak bisa mengatakan tidak”).

Akhirnya kubeli seplastik penuh krupuk yang kata beliau rasanya maknyuss… plus beberapa gorengan. Ternyata memang benar, krupuk itu akhirnya menjadi krupuk favorit kami. Sebenarnya di luaran sana juga ada, tapi rasanya berbeda. Entah apa penyebabnya. Mungkin karena Bu Prapto menjualnya dengan cinta. Bukankah apapun yang dilakukan jika dilandasi dengan cinta akan berbuah kemukjizatan? Itu kata teman saya.

Berawal dari krupuk itulah akhirnya beliau sering datang. Biasanya dua hari sekali. Dan akhirnya meluncur jua cerita dari beliau, tentang putrinya yang telah meninggal dunia. Lulusan salah satu pesantren terkenal di Jogja. Bu Prapto menggantungkan banyak harapan dari putrinya tersebut. Karena dari sekian anaknya, putrinyalah yang paling pandai dan paling tahu bagaimana memperlakukan orang tua. Sayangnya, putri beliau tak berumur panjang. Dia sakit tanpa terketahui jenis penyakitnya. Dokter di RS tempat dia sempat dirawat angkat tangan dan menyarankan untuk dibawa pulang saja. Ada yang bilang dia diguna-guna oleh orang yang sakit hati karena ditolak cintanya. Entahlah, sampai sekarang Bu Prapto tidak tahu. Yang jelas beliau begitu terpukul ketika putrinya meninggal.

“Dia sangat baik Jeng. Kata orang cantik juga. Walaupun tetap lebih cantik njenengan (ku tersandung….gubrak….). padahal ketika itu hampir menikah. Begitu lulus disunting santri sana juga. Sampai sekarang calon suaminya masih baik pada Ibu. Sayang dia sudah menikah. Kalau belum mau saya kenalkan dengan njenengan. Dia belum lama nikahnya. Baru 3 bulan yang lalu. Katanya sulit melupakan anak saya..( he..kalau belum jodoh, tetep aja kelewat..ups, kok jadi ngarep…). Tapi saya akan mendoakan njenengan, biar dapat yang lebih bagus (amieeen…Bu…)”.

“Saya sudah menganggap njenengan sebagai pengganti anak saya. Setiap kali melihat sosok njenengan, saya seperti melihat sosok anak saya. Saya pasti berdoa yang terbaik”, begitu tutur Bu Prapto sambil menyeka air matanya. Saya, yang memang mudah menangis, tentu saja mengikuti tanpa dikomando. Ini bukan cengeng lho ya, tapi gembeng. Cengeng itu rapuh. Kalau gembeng itu dia menangis karena memang harus menangis. Dia tau kapan harus menangis dan kenapa harus menangis. Itu kata Kang Arief, salah satu kakang saya (Jadi ingat dulu. Satu ketika kang Arief datang ke kos saya dalam keadaan basah kuyup. Saat itu hujan deras. Petir menyambar-nyambar di seputaran UGM. Setelah saya buatkan secangkir Nescafe, beliau kemudian cerita. “Sebenarnya aku cuma mau nganter ini. Beliau mengulurkan sebuah stiker bertuliskan “Gembeng” di sana. Tadi ada penjual stiker ikut berteduh di emperan JS. Dia manawari aku stiker. Sebenarnya aku tidak tertarik. Tapi tadi aku melihat stiker ini dan langsung inget kamu. Makanya aku beli. Biar bisa mengingatkan terus. Aku kan tidak tau sampai kapan bisa menemanimu. Ingat, jangan cengeng. Aku tidak punya adik cengeng”. Tau, seketika mataku terasa panas sekali. Tetes air mataku mengiringi tetes hujan yang justru semakin deras. Kang Arief memang salah satu kakang terbaik yang pernah kumiliki. Stiker “gembeng”nya masih setia menempel di kaca hiasku Kang….)

Bu Prapto. Dua tahun waktu yang dibutuhkan beliau untuk bangkit dari keterpurukan. Akhirnya beliau memutuskan untuk berjualan keliling di Alun-alun Utara Jogjakarta. Beliau bilang ini dilakukannya untuk menjauh dari makam putrinya. Sebab, jika tetap di kampungnya di Gunungkidul, beliau selalu tak bisa menahan diri untuk tidak mendekati makam putrinya.

Namanya Bu Prapto. Umurnya sudah mendekati 70 tahun. Tapi beliau masih saja setia menyusuri seputaran Alun-alun Utara untuk mempertahankan hidup. Suaminya sudah meninggal. Putrinya sudah meninggal. Anak laki-lakinya (si sulung) belum bisa diandalkan. “Dia masih harus belajar hidup, Jeng”, begitu tutur beliau. Maka tak ada pilihan. Tenggok besar berisi jajanan itulah yang jadi penopang hidupnya. Dan atas nama kemanusiaan, setia jualah aku menunggunya. Membawakan krupuk dan apel hijau pesenanku. Memang, aku akhirnya mengakali beliau. Kupesan apel hijau sebagai pengganti gorengan. karena aku juga tak mau mengorban tubuhku atas nama kemanusiaan. Toh kalau aku sakit, tak kan ada lagi yang menunggu Bu Prapto di pojok Alun-alun Utara ini kan? Dan bos kecil tak kan bisa bilang, “tu mbokmu dah datang…”.

Bu Prapto, salam penghormatan kusampaikan untukmu Ibu. Semoga di Hari Ibu ini, ada banyak keajaiban yang datang. Sehingga masa tua yang semestinya bisa lebih ramah terasakan bisa Ibu nikmati.

Jangan tanya kapan, tapi keajaiban akan datang menghampiri orang yang selalu melakukan yang terbaik, buat dirinya sendiri maupun orang lain…(Helen Keller)

Selengkapnya...

Ibunda

Mengingatmu, adalah melayari kesabaran tak bertepi
Mengenangmu, adalah menelusuri jejak kepahlawanan Kartini
Merindumu, adalah menyesapi keajaiban-keajaiban kecil penuh arti

Tenang, tapi tatapmu meruntuhkan keangkuhan
Diam, tapi sentuhmu meredakan gejolak yang menggetarkan dinding hati
Melabuhkannya pada damai tak bertepi

Ibunda,
tak kan pernah cukup kata untuk menyanjungmu
karna memang tak kau perlu kata sanjungku
untuk mempertegas keagungan yang memancar darimu
tapi ijinkanlah untuk kuakui (dalam angkuhku)
bahwa aku cinta…………….


Catt. Satu persembahan untuk Ibunda.... Selengkapnya...

Thursday, December 18, 2008

Belajar dari Alam : Garam

Padepokan Ngisor Ringin di suatu pagi. Sang Guru duduk dikelilingi para muridnya. Kali ini Sang Guru memulai pelajaran hidup hari ini dengan cerita tentang “Garam vs Manusia”. Dan mengalirlah tutur singkat ini, runtut seperti alir air di sungai kecil yang membelah padepokan.

Garam, ketika tidak ada hadirnya di masakan, ia mampu menghilangkan rasa dari bahan-bahan lain yang harganya mahal. Semua terasa hampa. Daging yang mahal, sayuran yang mahal, tak terlihat adanya.

Begitu besar arti keberadaan garam. Walau begitu, manusia begitu rendah menghargai garam. Berapakah harga 1 kg garam? Coba bandingkan dengan harga 1 kg daging. Jauh sekali bedanya. Tapi garam tidak pernah protes. Garam tidak pernah mendemo manusia. Garam tidak pernah boikot dengan mengurangi kadar keasinannya. Garam tetap memberikan yang terbaik dari dirinya.

Tau kenapa? Karena garam tidak mengejar harga diri. Garam lebih mengejar nilai diri. Beda dengan manusia. Kebanyakan manusia orientasi hidupnya untuk mengangkat harga diri, bukan nilai diri. Ini adalah salah satu penyebab susahnya mencari kedamaian di dunia ini.

Sang Guru mengakhiri cerita. Para murid tercenung, sibuk dengan pikiran masing-masing. Tiba-tiba salah satu murid mengacungkan tangan. Murid yang lain bingung dengan tingkah temannya. Sang Guru dengan senyum teduhnya mempersilahkan murid tersebut untuk bicara. “Guru, mohon maaf. Saya mau pamit ke dapur sebentar. Saya lupa, tadi sayurnya belum saya beri garam”, ujar sang murid polos. Tawa pun meledak di Padepokan Ngisor Ringin.

Jangan pernah lelah untuk mencintai. Terus…...berikan yang terbaik, apapun yang kita terima. Seperti garam yang terus memberikan yang terbaik dari dirinya…..

Catt. Persembahan untuk satu Guru.
Selengkapnya...

Tuesday, December 16, 2008

Istirahatlah sejenak

Istirahatlah sejenak,
Karena lelah telah melingkupimu, mengundang rasa tak nyaman menelisik ke tubuhmu

Istirahatlah sejenak,
Walau kau tak mau mengatakan, bukankah tlah kau paksa aku belajar mengerti pertanda alam?

Istirahatlah sejenak,
Agar terurai laktat yang menyelimuti fikir dan rasamu, memberati mata dan langkahmu.
Aku tak kan sanggup melihat mata tajam itu meredup kelelahan. Aku tak sanggup melihat langkah itu berayun dalam bimbang.

Maka istirahatlah sejenak,
Sandarkanlah resah di pundak mungilku.
Engkau tau, terkadang aku bisa menjelma sekuat sembadra
Meski di banyak waktu, akulah yang lebih sering meminjam punggungmu untuk menuntaskan tangisku

Dan istirahatlah sejenak,
Bukan, bukan untuk berhenti sayang,
Tapi justru untuk kembali berlari.

Bukankah kau harus memenangkan setiap langkah dan setiap perjuangan?


(karena apapun rasamu, begitulah rasaku…………) Selengkapnya...

3 Alasan Kenapa harus punya guru

Setiap manusia hidup pasti tidak terlepas dari yang namanya masalah. Kata teman saya, jika tidak ada masalah, hidup menjadi tidak hidup. Benar juga seeh. Hidup menjadi lebih berwarna dan punya makna ketika masalah datang dan kita mampu melewatinya dengan manis. Tapi ketika masalah datang bertubi-tubi dan kita menjadi senewen karenanya, masihkah masalah akan membuat hidup menjadi lebih berwarna? Tetap iya, tapi didominasi warna gelap kali ya. Pasalnya, kemana-mana kita membawa tampang jutek gak karu-karuan itu. Dan the law of attraction pun bekerja. Sadar atau tidak sadar kita telah menarik semakin banyak aura negative dalam hidup kita (salah satu guru saya menerangkan cara kerja hukum ini dengan apik di sini).

Beberapa teman pernah bertanya pada saya. Ada nggak seeh trik untuk meminimalisir datangnya masalah yang bertubi-tubi pada kita. Menurut saya seeh ada (ini hasil meguru pada satu guru). Kata guru saya tadi, apa yang terjadi pada hidup sebenarnya adalah perulangan-perulangan dari berbagai permasalahan yang sudah ada sebelumnya. Tentu saja dengan varian wajah baru, dan sangat mungkin tingkat kompleksitasnya juga lebih tinggi. Makanya beliau menyarankan untuk punya guru di masing-masing lini hidup yang kita masuki. Di ranah apapun itu. Misalnya kita mau masuk di dunia bisnis (dunia maya maupun dunia nyata) sangat disarankan kita punya guru yang akan memandu kita di dunia baru tersebut. Sehingga kita tidak terlampau menghabiskan waktu untuk trial and error. Pun ketika kita mau menata langkah di kehidupan yang baru. Seorang guru bisa memberi kita tinjauan dari arah yang berbeda, yang mungkin selama ini kita tidak pernah melihat dari sudut pandang tersebut (thanx to satu guru). Pengalaman adalah guru terbaik. Tapi pengalaman orang lain adalah guru terbaik bagi kita. Begitu satu guru yang lain pernah menasehati saya.

Setelah mencoba resep dari guru saya tersebut, akhirnya saya menemukan jawaban kenapa kita harus punya guru. Berikut tiga alasan yang ingin saya sharingkan dengan Anda semua :

1. Guru adalah kunci dari padepokan ilmu. Begitu kita berhasil memasuki padepokannya, ada segudang ilmu yang bisa kita dapatkan dari sana. Percaya saja, bukan hanya padepokan sang guru yang bisa kita masuki. Tapi beliau akan mengenalkan kita pada berbagai padepokan lainnya. Langsung ataupun tidak langsung. Sengaja ataupun tidak sengaja. Di balik sosok satu guru, ada ribuan guru yang ada di belakangnya. See…..???

(Saya sudah membuktikannya. Begitu berhasil memasuki padepokan satu guru, saya seperti dituntun untuk bertemu dengan banyak guru yang lain. Tentu saja semua kembali ke kita, mau memilih guru yang manakah yang akan kita jadikan sebagai sosok guru selanjutnya).

2. Guru adalah pemandu, yang akan menunjukkan arah yang benar pada kita. Guru yang akan menunjukkan dimana pijak kaki pertama mesti ditapakkan. Masalah terbesar bagi seorang pemula, di bidang apapun, adalah bingung bagaimana harus memulainya. Jika ada seseorang yang menunjukkan caranya, tentu lebih mudah kan? Guru juga yang akan mengarahkan kemana langkah selanjutnya harus diayunkan. Karena terkadang begitu kaki pertama sudah ditapakkan, kita kebingungan untuk menapak lebih jauh. Takut salah adalah masalah klasik yang dialami banyak orang. Jika ada pemandu, kenapa harus takut?

3. Guru adalah penjaga, yang akan menjaga agar kita tetap di rel yang telah ditetapkan. Ini sangat penting untuk kita. Karena seringkali berbagai permasalahan yang datang membuat kita lupa pada arah tujuan yang telah kita tetapkan. Coba bayangkan, seandainya ada sepuluh masalah sekaligus yang datang pada kita dan semuanya menuntut untuk segera diselesaikan, masihkah kita ingat pada impian kita? Di saat seperti inilah peran guru menjadi sangat penting. Sangat beruntung jika kita berhasil menemukan guru yang cerewet mengingatkan kita. Ada kalanya memang kita merasa terganggu dengan kecerewetan tersebut. Tapi percaya saja, satu ketika kita akan mengucapkan terima kasih atas kecerewetan Sang guru tersebut.

Saya kira masing-masing kita punya alasan. Anda mau menambahkan alasan lain? Monggo, dipersilahkan…….

Catt : terima kasih untuk Para Guru…..


Selengkapnya...

Sunday, December 14, 2008

Menyetiai Mimpi

Mimpi adalah kunci
untuk kita menaklukkan dunia
Berlarilah tanpa lelah
sampai engkau meraihnya……..( Nidji “Laskar Pelangi”)


Pernah merasakan rindu menyesak menanti hadirnya pelangi? Saya pernah. Serasa menahan beban begitu berat di dada. Saat itu hanya pelangi yang saya kira bisa mencerahkan dunia saya (pelangi adalah senjata pamungkas ketika senjata lain tak lagi mampu membunuh perih untuk menghantar hadirnya senyuman). Dan ketika pelangi muncul, rasanya exciting banget…. Karena untuk menunggu munculnya, itu adalah perjuangan tersendiri. Seorang teman pernah mengirim sms seperti ini, “when you want the rainbow, you first learn to put the rain”. Ketika kita menginginkan hadirnya pelangi, kita mesti mau berpayah-payah mengakrabkan diri dengan hujan. Saya fikir, kata teman saya tadi benar juga. Tak kan kita lihat pelangi jika tak mau berpayah-payah mengakrabkan diri dengan hujan.

Proses menanti hadirnya pelangi saya kira mirip-mirip dengan saat kita berusaha membuat mimpi-mimpi indah kita mewujud nyata. Ada proses yang harus dijalani. Kabar buruknya, untuk bisa membuatnya terwujud kita perlu membuktikan kesetiaan kita pada mimpi-mimpi kita tersebut. Dan tak mudah memang menyetiai mimpi. Godaannya banyak. Tapi mosok kita menyerah sebelum bertanding (baca : menjadi seorang looser). Kata satu teman, ada beda kualitas yang jelas antara seorang climber, seorang pejuang sejati dan seorang looser. Masalahnya, apakah kita mau dikatakan sebagai seorang looser. Nggak kan?

Dan dalam kerangka menyetiai mimpi itulah saya berkenalan dengan mereka. Satu komunitas yang mengajarkan banyak hal. Dunia baru yang semula begitu asing bagi saya. Dunia yang menawarkan banyak hal tak terduga. Internet Marketing. Yup… sejatinya sudah lama pengen belajar, tapi dulu melihatnya sangat ribet. Sekarang, ya karena mereka, terasa begitu menyenangkan. So, thanx untuk Suhu Njenengan berhasil menyederhanakan cara untuk berkenalan dengan internet marketing. Sehingga bahkan orang yang sebelumnya tak pernah bersentuhan dengannya pun mudah mengikutinya. Njenengan membukakan kran untuk mengakses berbagai manfaat yang ditawarkan internet marketing dengan cara sederhana. Tak berlebihan jika dikatakan bahwa Njenengan berhasil membuat formula untuk sukses dengan cara yang cukup sederhana.

Saya tau, ada proses yang mesti dilewati untuk meraih mimpi lewat jalur ini. Akan ada uji yang menghadang. Itu hukum alam kan….tapi berlarilah tanpa lelah. Sampai engkau meraihnya…..(pinjam istilahnya Nidji).

Mewujudkan mimpi, legenda pribadi, adalah misi suci kita di dunia ini. Memang tak mudah. Ada harga yang harus dibayar.. Tapi ketika mimpi bisa mewujud nyata, segala payah yang hadir di perjalanannya serasa menguap begitu saja. Kalaupun sekarang di fase berpayah-payahlah posisi kita, jangan menyerah. Akan indah pada waktunya, I believe………


Selengkapnya...

5 Tips Mensistematiskan Langkah Menuju Kaya


Anda memilih untuk menjadi kaya? Langkah-langkah berikut ini mungkin bisa membantu Anda. Tapi tunggu dulu. Anda penasaran kenapa saya menggunakan kata “memilih”? Alasannya simple. Bagi saya, hidup itu pilihan. Mau menjadi seperti apa kita dalam hidup, itu tergantung pilihan kita.

Menjadi kaya bagi saya juga pilihan. Karena tidak semua orang mau menjadi kaya. Ada teman saya yang memilih untuk hidup pas-pasan dalam arti yang sesungguhnya. Bukan ketika pas butuh rumah ada, pas butuh mobil ada, pas mau beli ini itu juga ada (kalau ini mah maunya saya….. :p). Ada juga teman saya yang terlahir kaya juga memilih kehidupan yang sederhana. Tapi ada teman saya yang terlahir dari keluarga miskin yang memilih menjadi kaya. Dia berjuang habis-habisan untuk mewujudkannya. Dan sekarang dia telah mewujudkan sebagian besar mimpi-mimpinya dulu. “Sekarang saya sedang buat mimpi baru. Lha yang kemarin sudah terwujud”, bisiknya beberapa waktu lalu. Selamat bro….

Jadi, sekali lagi menurut saya untuk menjadi kaya itu pilihan kita. Dan saya termasuk orang yang mempercayai bahwa untuk menjadi kaya kita perlu memperjuangkannya. Kita bahkan dituntut untuk menyetiai pilihan kita tersebut. Memilih menjadi kaya juga mengandung konsekuensi bahwa Anda harus mau melakukan berbagai hal untuk mendukung terwujudnya impian Anda tersebut. Nah, langkah-langkah berikut ini mungkin bisa membantu untuk mensistematiskan langkah Anda. Ini saya sarikan dari petuah salah satu guru, ditambah hasil semedi….. :p

1. Perbaiki paradigma/cara pandang kita tentang kekayaan. Berbagai permasalahan yang ada di kehidupan kita, sadar atau tidak sadar, sangat mempengaruhi cara pandang kita. Seringkali kita mendapati banyak orang mempersepsikan orang kaya sebagai fihak yang jahat dan orang miskin di fihak yang benar. Saya sih punya pendapat lain. Jahat atau tidak jahat bukan ditentukan oleh kekayaannya. Tapi ditentukan oleh siapa yang pegang uangnya. Semakin banyak orang baik yang kaya, semakin besar kemungkinan untuk membaikkan dunia. Begitu kan semestinya?

Saya yakin sebenarnya banyak orang berpemikiran sama dengan saya. Permasalahannya adalah kita tiap hari dijejali dengan berita dan cerita yang mempersepsikan orang kaya adalah orang jahat. Atau paling tidak sebagai fihak yang tidak menyenangkan hati kita. Orang miskin, dengan segala penderitaannya, sebagai fihak yang perlu dikasihani. Dan tentu saja tidak jahat. Kalaupun dia menjadi jahat, itu adalah efek domino dari kemiskinannya (ini pendapat teman saya).

Itulah bombardir pemikiran yang merasuki kita setiap hari. Tanpa sadar kita bisa jadi mengamininya. Nah, kalau Anda ingin menjadi orang kaya, secepatnya koreksi diri. Adakah fikiran-fikiran yang mempersepsikan negative orang kaya itu masih ada. Jika ada, Anda harus segera mendeletnya. Jika tidak, dia akan menjadi musuh terbesar Anda untuk mewujudkan kehidupan yang kaya. Anda sudah pernah baca atau nonton The Secret? Buku dan film ini akan membantu Anda memahami apa yang saya maksudkan di atas. Buku “Berfikir dan Berjiwa Besar” adalah buku lain yang saya rekomendasikan.

2. Menyiapkan diri untuk menjadi kaya. Ada sebuah nasehat bagus dari orang-orang yang telah memilih menjadi kaya. “Sebelum Anda menjadi kaya latihanlah terlebih dahulu menjadi kaya”. Jadi, kalau kita juga mengambil keputusan untuk menjadi kaya, kita harus belajar menjadi orang kaya. Hidup dengan cara hidup orang kaya. Orang kaya itu optimis. Bagi mereka semuanya mungkin. Orang kaya juga berpendapat bahwa mereka berhak mendapatkan semua hal terbaik yang bisa ditawarkan oleh kehidupan. Karena itu mereka selalu optimis. Jadi, kalau kita memilih untuk menjadi kaya, yang harus dihilangkan dari kita itu adalah pesimis. Ehm, susah ya. Saya juga berfikiran seperti itu. Lha itu adalah sifat yang sudah mendarah daging sejak lahir je. Tapi, mau bagaimana lagi. Syaratnya seperti itu. Mau nggak mau belajar juga. Tapi saya baca di Alkemis, kalau kita menginginkan sesuatu dengan keseluruhan diri kita, segenap alam semesta akan bersatu untuk membantu kita meraihnya. Dan saya percaya itu. Pstt, jangan iri ya. Saya sedang bahagia karena dianugerahi orang-orang yang mengajari saya untuk optimis menatap hidup. Terima kasih, Allah…

3. Bergaullah dengan orang-orang kaya. Perbanyak teman-teman Anda dari kalangan tersebut. Anda tidak sedang tamak ke hartanya, tetapi Anda sedang belajar kepada mereka. Kata salah satu guru, pengalaman adalah guru yang baik. Tapi pengalaman orang lain adalah guru terbaik jika kita mau mempercepat proses. Kalau kita melihat orang jatuh di satu lubang, kenapa kita juga harus ikut-ikutan jatuh di lubang yang sama?

4. Rajin-rajinlah bersedekah. Gunanya apa? Supaya Anda tetap mengganggap uang itu kecil dan supaya tidak ada angka besar dalam fikiran kita. Misalnya kita punya tabungan 5 juta, sedekahkan. Hal ini akan meneguhkan kita bahwa pasti ada yang lebih besar dari sekedar 5 juta. Cara ini bisa membantu kita memperbaiki cita rasa kita tentang angka.

5. Mulailah membangun kerajaan bisnis Anda. Dalam buku The Cashflow Quadrant karangan Robert T Kiyosaki, satu-satunya cara untuk membangun aset (pohon uang dalam bahasa teman saya) yang bisa menghantar kita menjadi kaya adalah dengan membangun bisnis. Saya sangat merekomendasikan buku ini jika Anda memang memilih menjadi kaya. Di sana Anda akan mendapatkan penjelasan lebih gamblang bagaimana caranya untuk membangun aset.

Jadi, saatnya terjun ke dalam bisnis secara langsung. Belajar menjadi seorang pebisnis. Toh sekarang ini ada banyak sekali model bisnis yang bisa Anda pilih. Mulai dari yang konvensional, model franchise, internet marketing, network marketing dan berbagai model yang lain. Anda tinggal memilih sesuai dengan kemauan dan kemampuan Anda.

Tapi jangan lupa, untuk memilih berbagai model bisnis tersebut, Anda perlu berhati-hati. Teliti sebelum membeli. Akan lebih baik jika Anda punya seseorang yang bisa memandu Anda. Ibaratnya Anda mau mencari harta karun di hutan, tentu lebih mudah jika Anda sudah punya peta untuk memandu Anda. Resiko tersasarnya bisa diminimalisir.

Bagaimana, Anda punya keinginan yang sama dengan saya? Jika ya, mari bergandengan tangan mewujudkannya. Kata Pak SBY, bersama kita bisa kan….. :p

Add : Terima kasih untuk Para Pemandu…


Selengkapnya...

Friday, December 12, 2008

Belajar dari Alam : Gema

Suatu ketika ada seorang ayah dan anak yang pergi mendaki gunung. Mereka terus mendaki dan akhirnya mereka tiba di tempat yang indah. Tinggi, berhiaskan tebing di samping mereka. Di tempat itu si anak terjatuh dan kemudian berteriak, “Aduh….”. Sesaat kemudian ada suara serupa yang mengiringi suaranya. Si anak bingung, siapa gerangan yang telah menirukan suaranya. Karena penasaran, dia kemudian berteriak. “Siapa kamu….???”. Dan ternyata dia mendengar suara yang menirukannya lagi. “Siapa kamu……???”. Si anak merasa tertantang. Maka diapun berteriak, “Kurang ajar, kamu menantang ya?”. Suara itupun kembali terdengar. Si anak tambah bingung.
Dalam kebingungannya, dia kemudian bertanya pada ayahnya. “Ayah, apa yang terjadi?”. Ayahnya hanya tersenyum, kemudian mengajak anaknya menghadap ke tebing. Sang ayah kemudian berteriak, “Aku menyukaimu….”. Ternyata ada suara yang juga menirukan sang ayah. “Aku menyukaimu…”. Ketika sang ayah meneriakkan, “Aku mencintaimu…”. Suara itupun membalas dengan kata-kata yang sama, “Aku mencintaimu…”. Sekali lagi sang ayah berteriak, “Aku ingin bertemu denganmu…”. Kembali suara itupun mengatakan hal yang sama.

Si anak semakin bingung, kenapa ayahnya mendapat jawaban yang begitu lembut dan menyenangkan. Sedang dia dijawab dengan kata-kata yang kasar. “Ayah, apa sebenarnya yang terjadi? Siapa itu?”, tanya si anak. Ayahnya kemudian berkata, “Anakku, banyak orang mengatakan bahwa itulah yang dinamakan gema”. Sang ayah berusaha memberikan penjelasan tentang gema dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anaknya. Kemudian beliau melanjutkan, “Kehidupan itu laksana gema. Ketika kita berbuat baik dalam hidup, kebaikan pulalah yang akan kita terima. Apa yang kita berikan, itulah yang kita terima. Maka berbuatlah yang terbaik dalam hidup ini”.

Seperti apa hidup kita, sangat tergantung pada cara kita memperlakukan diri kita. Jika kita berlaku baik, baik pulalah kehidupan pada kita. Seperti apa kita memperlakukan orang lain, seperti itulah orang akan memperlakukan kita. Maka berbuatlah yang terbaik, berikanlah yang terbaik. Dan biarkanlah kehidupan menentukan sendiri, balasan seperti apakah yang layak kita terima. Semoga bermanfaat……………

Catt : Persembahan untuk salah satu Guru.
Selengkapnya...

Tuesday, December 9, 2008

Selamat Menempuh Hidup Baru

Kagem Pak Hery &Tunjung, Pak Sais & Mbak Sais-nya, Ulfa & Mas Ulfa-nya, K@ Rafie & Mbak Rafie-nya

Rasanya masih banyak yang ingin disampaikan.....
tapi waktu terus berbilang
Maka kupercayakan pada kalian untuk merengkuh hidup dalam balutan janji agung

Banyak yang mengatakan bahwa hidup hanyalah sekedar memenuhi takdir.
Tapi kuyakini hidup adalah pilihan
Dan kini pilihan telah ditetapkan

Berjuanglah kalian....berusahalah untuk memenangkan setiap langkah dan setiap perjuangan..

Satu persembahan untuk kalian........... (anggap saja saya sedang konser di hadapan kalian ya. He..........)

Rabbi, hati ini telah bertemu,
Rabbi, hati ini telah bersatu,
Rabbi, hati ini telah terhimpun,
Satukan, padukan, hanya karena-Mu...

Allah, cinta tlah hadir karena-Mu,
Allah, kasih tlah tumbuh karena-Mu,
Allah, sayang tlah bersatu karna-Mu,
Eratkan, kekalkan, hanya karena-Mu....

Bahtera hidup tlah mulai dibina,
Janji tlah diikat karena-Mu,
Hidup tlah diazzamkan buat-Mu,
Terangkan, lapangkan hati dengan cahaya-Mu ............(Seismic)

Baarakallahu laka wabaraka alaika wajama’a bainakuma fii khoir.........

Sepenuh doa
Ona
Selengkapnya...

Re-di Persimpangan Jalan

Surat untuk sahabat

Dear Kinanthi….
Tadi malam coba ketemu salah satu guru. Ada yang menarik yang dikatakan beliau. “Menyetiai komitmen itu tidak mudah. Tapi jika kau berani jujur pada hatimu, maka akan kau temukan jawaban-jawaban atas keraguanmu. Karena jika komitmen itu dibuat dengan hati, hatimu akan menjaganya”.


Ketika kusinggung tentang keterpisahan (andai mesti terjadi…kuharap seeh tidak), beliau menghela napas berat. Tapi berikutnya meluncurlah kata-kata bijaknya. “Tuhan itu sudah menjodohkan masing-masing kita dengan jodoh terbaik. Ketika 2 jiwa terpisah, itu memang bagian dari takdir. Karena sesungguhnya jodohnya bukanlah dengan dia yang sudah terpisah. Dia hanyalah 1 orang yang dikirim Tuhan untuk mempersiapkannya, mendidiknya. Agar dia mampu menjalani peran terbaik bersama jodoh sejatinya. Karna pada dasarnya setiap pasangan sejati mengemban misi agung dari pernikahan mereka. Misi agung yang tak akan bisa mereka lakukan tanpa menyatukan kekuatan dalam perikatan agung pernikahan. Misi agung yang tak bisa dilakukan dengan selainnya. Misi untuk menciptakan masterpiece kehidupan mereka. Misi yang sejatinya untuk itulah mereka diciptakan di dunia ini”.

Wow, kata-kata Guru membawaku pada kesimpulan jawaban atas pertanyaan yang lain (bisakah kita sembunyi dari soulmate kita..?) . Oh, ini tho rahasianya. Walau sembunyi di kolong manapun, kita tetap saja bisa ditemukan oleh soulmate kita. Walaupun di kehidupan sebelumnya tidak pernah sekalipun ketemu. Tapi selalu ada jalan untuk ketemu akhirnya. Walau mungkin satu ketika manusia memilih mengingkari kata hatinya karena mungkin secara logika itu menyalahi apa yang diyakininya. Tapi Allah adalah pembuat scenario terbaik (jadi ingat Film The Messenger. Tuhan selalu punya cara…).

Terakhir, Guru berpesan. “Dengarkan hatimu. Jika satu ketika hatimu menunjukkan satu orang yang diutus Allah untukmu, aminilah. Dan setialah pada hatimu. Maka hatimu pun akan setia menjagamu”.

So, what’s next. Apapun pilihannya, yakinlah bahwa akan ada satu orang yang senantiasa setia di sampingmu. Itu aku....(he.., narsis banget..)

with love
Ona
Selengkapnya...

Di Persimpangan Jalan…………………

Arya dan Kinanthi, sebut saja begitu, lima bulan lagi rencananya mau menikah. Tapi akhir-akhir ini kegamangan justru melanda Kinanthi. Berbagai pertanyaan memenuhi kepalanya. Benarkah keputusannya untuk menikahi Arya? Apakah dia sudah betul-betul tau dan yakin dengan Arya? Mampukah dia untuk hidup bersama Arya?

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul bukan tanpa sebab. Pemicunya adalah akhir-akhir ini Kinanthi seperti kehilangan Arya. Bukan hanya fisiknya tapi juga sampai di rasanya. Memang akhir-akhir ini Arya jarang sekali menemuinya. Jangankan ketemu, telpon bahkan sms pun jarang. Kinanthi masih berusaha mempercayai alasan Arya. Bahwa dia harus konsentrasi, mengerahkan seluruh tenaga, mencari uang untuk pernikahan dan hidup mereka ke depan.


Sebenarnya sifat Arya yang workaholic sudah Kinanthi ketahui sejak lama. Kinanthi terkadang bahkan sampai cemburu pada pekerjaan Arya. Terkadang Kinanthi berharap ada sms atau telpon tanda perhatian. Tapi apa lacur, Arya bukan tipe orang yang suka membanjiri kekasihnya dengan sms dan telpon romantis. Dalam satu minggu bisa dihitung dengan jari berapa kali Arya sms dan telpon. Arya lebih suka datang, walaupun tentu saja frekuensinya bisa dihitung dengan jari. Tapi paling tidak Kinanthi sudah hafal jadwal rutin Arya datang. Tiap lima hari sekali. “Lima hari adalah batas kemampuanku menahan rindu”, kata Arya suatu ketika. Baginya memastikan Kinanthi dalam keadaan baik-baik saja itu sudah lebih dari cukup.

Tapi kini, frekuensi kedatangan Arya melorot tajam. Dari 5 hari menjadi 2 minggu sekali. Dan ketika bertemu, mereka menjadi orang asing. Dan disinilah permasalahan dimulai. Kinanthi mulai sering menyanyikan everytime-nya yu Britney Spears.

Notice me
Take my hand
Why are we
Strangers when
Our love is strong
Why carry on without me…

Pertanyaan sederhana yang meluncur dari mulut Kinanthi adalah :
“Ketika kau menyadari bahwa kau tak tau apa-apa tentang sepakbola, masihkah kau berani menjadi pelatih sepakbola?”

Uh, sadis kali pertanyaannya……………

Untuk dapat terbang, seorang manusia harus berpasangan dengan seorang manusia yang lain, karena ia hanya punya satu sayap, sehingga ia harus melengkapinya dengan sayap milik seorang yang lain (Lusiano Crescenzo tentang pernikahan).

Tapi bagaimana bisa terbang jika kedua sayap tak lagi kompak…..????

Teman, ada yang punya solusi?

Catt :
Thanx to Kinanthi yang perbolehkan kisahnya untuk jadi lesson learned di blog ini……….
Selengkapnya...

Saturday, December 6, 2008

Berharganya Wanita


Pagi dunia, apa kabar hari ini? Pagi ini cerah setelah kemarin sempat ada mendung yang menggelayut manja di wajah. Kontemplasi semalam plus hadiah indah dari seorang teman menghadirkan senyum di pagi ini. Dan rasanya lebih membahagiakan jika saya bagi hadiah itu dengan Anda, siapapun itu. Laki-laki maupun wanita. Semoga mampu mengingatkan kembali betapa berharganya wanita.

Ku rangkaikan bunga untuk wanita
Kekasih dan sahabat kehidupan….. (Lima Wanita)


Ketika Tuhan menciptakan wanita, DIA lembur pada hari ke-enam.
Malaikat datang dan bertanya,”Mengapa begitu lama, Tuhan?”
Tuhan menjawab:“Sudahkah engkau lihat semua detail yang Saya buat untuk menciptakan mereka? Dua tangan ini harus bisa dibersihkan, tetapi bahannya bukan dari plastik. Setidaknya terdiri dari 200 bagian yang bisa digerakkan dan berfungsi baik untuk segala jenis makanan. Mampu menjaga banyak anak pada saat yang bersamaan. Punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan keterpurukan… , dan semua dilakukannya cukup dengan dua tangan ini ”.

Malaikat itu takjub. “Hanya dengan dua tangan?....impossible!! Dan itu model standard? Sudahlah Tuhan, cukup dulu untuk hari ini, besok kita lanjutkan lagi untuk menyempurnakannya“.
“Oh.. Tidak, Saya akan menyelesaikan ciptaan ini, karena ini adalah ciptaan favorit Saya. O yah… Dia juga akan mampu menyembuhkan dirinya sendiri, dan bisa bekerja 18 jam sehari”.

Malaikat mendekat dan mengamati bentuk wanita-ciptaan TUHAN itu. “Tapi Engkau membuatnya begitu lembut Tuhan ?” “Yah.. Saya membuatnya lembut. Tapi engkau belum bisa bayangkan kekuatan yang Saya berikan agar mereka dapat mengatasi banyak hal yang luar biasa.“
“Dia bisa berpikir?”, tanya malaikat.
Tuhan menjawab, “Tidak hanya berpikir, dia mampu bernegosiasi."

Malaikat itu menyentuh dagunya....“Tuhan, Engkau buat ciptaan ini kelihatan lelah & rapuh! Seolah terlalu banyak beban baginya.”
“Itu bukan lelah atau rapuh....itu air mata”, koreksi Tuhan.
“Untuk apa?”, tanya malaikat
Tuhan melanjutkan, “Air mata adalah salah satu cara dia mengekspressikan kegembiraan, kegalauan, cinta, kesepian, penderitaan dan kebanggaan.”

“Luar biasa, Engkau jenius Tuhan” kata malaikat. “Engkau memikirkan segala sesuatunya, wanita ciptaan-Mu ini akan sungguh menakjubkan!"
“Ya mestii…!
Wanita ini akan mempunyai kekuatan mempesona laki-laki.
Dia dapat mengatasi beban bahkan melebihi laki-laki.
Dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri.
Dia mampu tersenyum bahkan saat hatinya menjerit.
Mampu menyanyi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan.
Dia berkorban demi orang yang dicintainya.

Dia mampu berdiri melawan ketidakadilan.
Dia tidak menolak kalau melihat yang lebih baik.
Dia menerjunkan dirinya untuk keluarganya.
Dia membawa temannya yang sakit untuk berobat.
Cintanya tanpa syarat.

Dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang.
Dia girang dan bersorak saat melihat kawannya tertawa .
Dia begitu bahagia mendengar kelahiran.
Hatinya begitu sedih mendengar berita sakit dan kematian.
Tetapi dia selalu punya kekuatan untuk mengatasi hidup.
Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.
Hanya ada satu hal yang kurang dari wanita:
Dia lupa betapa berharganya dia...

Interprated by :
Lins_View inspires Y’all from any sources
Deeply Humble
www.lintong.s5.com

thanx “teman” untuk hadiah indahnya….
Selengkapnya...

Menjadilah Wanita



Jadilah wanita seagung Hadijah,
yang padanya diserahkan cinta tak terganti
Seanggun Fatimah, penghulunya wanita beriman di surga nanti
Selembut Sembadra, tatag dalam duka dan derai air mata
Sekokoh Hajar, tegar dalam ganasnya padang pasir
bertaruhkan nyawa
Secerdas Aisyah dan Prajna Paramitha

Jadilah wanita agung, jadilah wanita sejati
Sejatining wanita kang bisa ngalahke angkara



Selengkapnya...