Tuesday, March 24, 2009

Kolaborasi Antara


Ngisor ringin di rembang senja. Warna merah lembayung sudah mulai membayang di langit Jogja. Dua pemuda bersemangat baja, seorang bapak muda, digenapi seorang gadis berderai tawa cemara. Berempat mereka melingkari meja segi panjang berlapis kaca. Empat gelas teh panas melengkapi hangat diskusi mereka.

”Mas, dua teman kita ini sedang ingin merintis usaha. Sebenarnya bukan hanya dua orang, tapi lima orang. Kebetulan yang bisa datang hanya berdua saja. Nah, mereka kebingungan mau menentukan bisnis apa yang cocok untuk mereka. Cocok di fikir, cocok di rasa dan tentu saja cocok di kantong. Saya sudah menawarkan untuk mengikuti program coaching kita. Dan mereka sepakat. Kemarin kami sudah mencoba memetakan daya dukung apa saja yang dimiliki, tapi belum selesai. Dan akhirnya itu menjadi pe-er mereka. Nah, hari ini kita akan mencoba mempertajam diskusinya,” Gadis berderai tawa cemara mulai mengarahkan diskusi, setelah obrolan ngalor-ngidul dirasa telah cukup menghangatkan suasana.

Dan akhirnya diskusipun dimulai dari sini. Dua pemuda bersemangat baja menceritakan ide-ide mereka, idealisme mereka, bacaan mereka terhadap dunia usaha di sekitar mereka, juga alasan-alasan mereka mau terjun ke dunia bisnis. Heboh sekali cara mereka bercerita. Bapak muda dan gadis berderai tawa cemara mendengar seksama, terkadang tersenyum simpul, juga menderai tawa.

Bapak muda mengulum senyum. Melihat semangat dua pemuda di depannya, binar cemerlang di mata mereka, dia melihat pantulan semangat mudanya. Beruntung sekali mereka, pikir bapak muda. Dulu dia harus memulai sendirian, tak ada yang mendampingi. Jatuh bangun, tertatih, merangkak, berjalan lambat, dan akhirnya pelan tapi pasti melangkah mantap, sampai akhirnya bisa berlari. Dan untuk melewati proses itu, dia bertaruh dengan waktu. Dan bapak muda senang bisa bertemu dua pemuda itu sekarang. ”Semoga aku bisa mempercepat proses,”pikir bapak muda.

Gadis berderai tawa cemara mengangguk-anggukkan kepala, seakan memahami apa yang ada di pikiran bapak muda. Ah, senangnya mempertemukan dua generasi, dua semangat yang meski berbeda cara pengungkapannya, tetap berenergi sama. Paling tidak itulah yang dilihat gadis berderai tawa cemara. Semoga kolaborasi ini akan melahirkan tim yang tangguh. Ah, ya... kolaborasi antara.......

”Kalian berlima ya. Berarti ada lima kepala, dan tentu saja saya yakin ada banyak ide, banyak kemauan di sana. Jika kalian ingin berbisnis bersama, paling tidak lakukan empat hal ini dulu. Pertama, samakan visi. Tanpa visi yang sama, kalian tak akan pernah bisa melangkahkan kaki di jalur yang sama. Alih-alih saling mendukung, bisa-bisa energi kalian habis untuk tarik ulur menentukan arah jalan. Visi yang kalian sepakati itulah yang akan menjadi guidence, arah kemana kalian harus melangkah,” bapak muda memulai wejangannya.

”Kedua,tentukan nilai-nilai yang mendasari bisnis. Nilai apa yang akan diusung dalam menjalankan bisnis. Bisnis yang berlandaskan pada nilai tak akan mudah goyah ketika angin datang menerpa. Cari nilai yang kalian sepakati untuk diusung. Misal, nilai-nilai syariah, nilai-nilai pemberdayaan dll. Pernah melihat iklan seperti ini, ”Satu gigitan produk yang Anda makan akan membantu 1 anak menghafal Al Quran.” Ini adalah salah satu contoh aplikasi nilai-nilai dalam bisnis. Nilai-nilai yang melandasi bisnis membantu kita meneguhkan langkah, memompa semangat untuk terus maju.

”Ketiga, beri kesempatan pada semua anggota tim untuk menyampaikan ide bisnisnya, sehingga terkumpul banyak alternatif ide. Harus ada independensi dalam share ide. Ini perlu agar kita bisa memperluas ide. Jangan sampai ide satu orang mengkooptasi yang lain. Nah, tugas untuk masing-masing person adalah membuat ide minimal 5 jenis. Pada pertemuan selanjutnya kita akan mendapatkan 25 jenis ide. Nanti kita akan analisa bersama-sama, mana yang paling berpeluang untuk dijalankan.

”Keempat, identifikasi kekuatan yang kita punya. Dari sisi jaringan, expertise, dan komunitas. Daya dukung apa saja yang kita miliki. Daya dukung ini juga akan membantu menginspirasi ide yang muncul. Lakukan mind map untuk mengeksplorasi ide-ide di sekitar kita. Jangan heran ketika kalian nanti akan mendapati begitu banyak ide yang bisa kalian explor. Karena pada dasarnya ide-ide tersebut sudah ada, tinggal memanggil file-nya dari folder di otak kita.

Bapak muda mengakhiri monolog panjangnya. Dua pemuda bersemangat baja memberondong bapak muda dengan berbagai pertanyaan. Mereka nampak seperti musafir yang kehausan dan menemukan sebuah mata air. Gadis berderai tawa cemara begitu menikmati suasana tersebut. Dirasakannya energi tiga lelaki beda generasi itu tumpah ruah memenuhi ruangan. Dihirupnya pelan. Ingin sekali dihirupnya semua energi, agar nanti bisa dia sebarkan ke semesta.

Gadis berderai tawa cemara meraih map, mengambil berkas berisi data masing-masing anggota kelompok. Ditelusurinya masing-masing, mencoba memetakan karakter dan potensi masing-masing. How great, semuanya memiliki kekhasan. Baik karakter, skill, latar ekonomi, background pendidikan. Mengkolaborasikan lima orang ini dalam kolaborasi yang indah tentu tidak mudah. Jelas perlu waktu. Ada proses yang harus dijalani, ada harga yang harus dibayar. Tapi jika mereka siap dengan konsekuensinya, mengapa tidak. Jika pun mereka belum siap dengan konsekuensinya, justru tugas terbesar adalah untuk menyiapkannya. Ah, lagi-lagi tentang kolaborasi......

Kolaborasi antara.....

Jika merah adalah nada
Dan biru adalah irama
Akankah ungu menjalin rasa......

Andainya pelangi adalah abadi
Kan kusunting asa dalam tautan janji.............


Selengkapnya...

Sunday, March 8, 2009

Wanita-wanita Perkasa Spesial : Mereka Yang Tak Menyerah


Tak terasa tepat satu bulan sudah saya menyepi. Dan saatnya untuk kembali. Pa kabar teman-teman..? Maaf untuk menghilang tanpa kabar. Ada kalanya hidup tidak memberi kita kesempatan bahkan untuk sekedar say goodbye. Halah, apa lagi ini… yang jelas saya baik-baik saja. Hanya perlu waktu untuk berkonsentrasi pada beberapa hal.

Layaknya bermain layang-layang, ada kalanya kita perlu mengulur tali, tapi di lain waktu kita juga perlu menariknya pelan, atau bahkan menyentak talinya keras. Nah, beberapa waktu ini saya memilih mengkandangkan layang-layang. Ada beberapa bagian yang perlu direparasi. Plus memberi nyawa baru. Karena tampaknya begitu banyak energi yang terkeluarkan. Ada banyak hal menarik yang saya temukan dalam proses ini. Satu oleh-oleh saya persembahkan untuk Anda sekalian……….


Medio Februari 2009

“Mbak, maaf mengganggu. Saya harus ketemu dengan Mbak. Saya tau Mbak lagi banyak masalah. Tapi saya sudah tidak tau lagi harus minta bantuan siapa. Saya tunggu nanti sore di tempat biasa ya…”

Pesan singkat dari salah satu anggota komunitas kecil yang sedang saya bangun itu membuat saya tersentak. Masya Allah, beberapa waktu ini saya tanpa sadar mengabaikan mereka. Beberapa masalah yang datang bersamaan memaksa saya mengeluarkan energi lebih. Dampaknya bisa ditebak, beberapa hal jelas terabai. Ini tentu saja tak bisa dibiarkan. Saya harus segera beranjak.

Komunitas kecil ini tak bernama. Kami bertemu karena kesamaan visi. Mengubah hidup menjadi lebih baik. Mendorong semua anggota menjadi manusia yang lebih baik, mandiri, dan tangguh. Tak mudah menyerah pada keadaan yang seringkali memarginalkan wanita.

Kemandirian ekonomi menjadi prioritas komunitas ini. Wanita seringkali berada pada posisi lemah sebagian besar karena factor ekonomi. Pada banyak kasus, wanita mengalami kesulitan mempertahankan haknya ketika ia lemah secara ekonomi. Maka di komunitas ini kami merangkai mimpi. Wanita harus mandiri secara ekonomi. Agar ia mampu menolong dirinya sendiri dan lebih jauh mampu menolong orang lain.

Komunitas kecil ini berlandas pada asas manfaat. Ketika kau merasakan manfaat dari keberadaan komunitas ini maka mari bergandeng tangan dan menyebarkan nilai-nilainya dimanapun engkau berada. Jika tak merasakan manfaatnya, engkau boleh pergi meninggalkannya. Jika satu saat ingin kembali, engkau tau harus kemana. Ya, sesimple itulah aturan main yang kami buat. Dan ternyata justru itulah yang membuat komunitas ini mampu bertahan dan pelan namun pasti semakin membesar jumlahnya.

Di komunitas ini kami tidak pernah mempermasalahkan latar belakang seseorang. Apa kasus yang sedang menimpa yang bersangkutan tidak pernah kami bahas secara detail, kecuali ada yang meminta bantuan. Kami belajar untuk tidak focus pada permasalahan yang melingkupi. Kami lebih focus pada upaya meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masing-masing anggota.

Di komunitas ini saya belajar banyak hal. Tentang makna perjuangan, ketulusan, kesetiaan, pengorbanan, dan keagungan cinta. Maka saya berkhidmat pada Mbak Nisa, seorang yang ditinggal calon suaminya menikah dengan orang lain. Pada caranya memaafkan sang calon suami, pada keikhlasannya menyerahkan sang calon suami pada orang lain demi tak mau melukai hati wanita lain, pada keteguhannya menghadapi calon suaminya yang ingin kembali padanya karena tak mampu menumbuhkan cinta pada istrinya, pada kesabarannya menghadapi teror dari istri calon suaminya, juga pada perjuangannya untuk belajar membuka hatinya kembali untuk lelaki lain. Saya tau, tak mudah untuk itu.

Saya juga belajar pada Mbak Mary yang dipaksa menikah oleh ayahnya untuk menyelamatkan ekonomi keluarga. Ayah yang telah meninggalkannya sejak kecil karena menikah lagi. Ayah yang tak pernah memperhatikannya sejak kecil, dan baru datang setelah mengetahui Mbak Mary mewarisi kekayaan tak seberapa dari neneknya. Pada perjuangannya yang luar biasa, saya sungguh berkhidmat.

Saya pun berkhidmat pada Mbak Ai’ yang dikhianati suaminya dan harus berjibaku menghidupi 4 orang anaknya. Karena suaminya “lupa” menafkahi keluarganya sejak bertemu dengan wanita lain yang jauh lebih muda, lebih cantik, dan lebih kaya. Sungguh, cinta agungnyalah yang akhirnya membuat suaminya kembali padanya.

Pada Mbak Ning saya belajar arti kesetiaan. Kemiskinan membuatnya rela terpisah dari kekasihnya. Keinginan mereka menikah terpaksa ditunda untuk waktu yang mereka sendiri tak mampu menebaknya.

Pada Mbak Mulia saya belajar pengorbanan. Beliau rela menunda untuk belum menikah demi berjibaku mencari nafkah untuk keluarganya. Demi sekolah adik-adiknya. Demi kepul asap dari dapur keluarganya.

Pada Mbak Tuti saya belajar memaafkan masa lalu. Pengkhianatan calon suaminya tepat di saat ia keguguran membuatnya hampir bunuh diri. Hanya kemauan kerasnya saja yang mampu membuatnya bangkit dari keterpurukan selama bertahun-tahun, dan membuka hatinya untuk orang lain.

Pada Mbak Nana saya belajar menghapus dendam. Dendam yang tak sengaja dia tanam pada sang ayah karena melihat sang ibu diperlakukan kasar. Dendam yang membuatnya terobsesi mempecundangi laki-laki. Dendam yang membuatnya sulit menerima kehadiran laki-laki di hidupnya.

Pada Mbak Amik saya belajar berani menantang hidup. Meninggalkan keluarga yang selalu menyudutkannya karena beliau hanyalah anak tiri. Berbekal tekad saja, beliau menjejakkan kaki di Jakarta. Menantang Jakarta justru dengan ketidakberdayaannya. Jika kini justru peer group-nya lah yang paling berkembang, saya tidak heran.

“Tidak ada batas dari apa yang dapat Anda lakukan. Sesungguhnya batasan itu hanya ada di pikiran Anda. Tetap berpikir dan berjiwa besar. Sesungguhnya Tuhan bergantung bagaimana kamu berprasangka. Bukan begitu Mbak?” Itu jawaban beliau ketika ditanya anggota komunitas yang lain. Saya pun hanya mengangguk, mengamini apa yang dikatakannya. Saya jadi teringat perbincangan dengan seorang teman. Dia bilang akan menaklukkan Jakarta dengan keahliannya. Saya pun akan menaklukkan Jakarta dengan cara saya sendiri. He…..

Ah, komunitas yang dulu hanya bertiga itu sekarang sudah mulai besar lingkarannya. Senang, tentu saja. Berarti semakin banyak wanita yang ingin mengubah kualitas hidupnya. Dengan semakin banyak wanita yang “baik” maka semakin terbuka kemungkinan untuk semakin membaikkan dunia kan. Karena wanita adalah tonggak penegak negara bangsa. Karena wanita adalah madrasah untuk anak-anaknya. Karena wanita adalah tempat kembali bagi suaminya untuk mencharge energi. Jika energi positif yang terberikan, semoga energi itulah yang mewarnai dunia.

Bahwa pada satu saat tertentu dalam hidup kita, kita kehilangan kendali atas apa yang terjadi pada diri kita, dan hidup kita lalu dikendalikan oleh nasib. Itulah dusta terbesar di dunia (Paulo Coelho dalam Sang Alkemis).

Apapun yang terjadi, kitalah yang harus mengendalikan hidup, bukan hidup yang mengendalikan kita.


•Tribute to all woman in the world. “Selamat Hari Perempuan Sedunia”
•Gambar diambil dari sini


Selengkapnya...