Sunday, January 23, 2011

Hujan, Perih dan Mimpi

Hujan deras. Air seperti ditumpahkan dari langit. Dari balik jendela kunikmati irama magis air menyentuh bumi. Dawainya menyenandungkan lagu sedih. Tapi apakah benar suara hujan adalah suara perih? Entahlah. Yang jelas itu yang kurasakan saat ini. Hujan adalah dawai kesedihan.

Tapi banyak teman yang mengatakan bahwa hujan menyimpan harapan. Ah, aku sedang tidak ingin memperdebatkan hal itu. Mungkin karena aku telah terpengaruh. Terhisap dalam pusaran pedih cerita. Cerita tentang perihnya hidup. Tentang cinta, ikatan, dan kepercayaan. Dan wanita di hadapanku masih terus bertutur tentang perih. Deras air matanya seperti ingin mengalahkan deras hujan di luar sana. Aku merasa lelah untuk mengundang senyum. Kemanakah dia......?

Sebenarnya tak sengaja kami bertemu dan duduk satu meja di rumah makan ini. Acara yang kuhadiri yang semestinya selesai jam tiga ternyata selesai lebih cepat. Maunya mampir ke kos teman, tapi sampai beberapa waktu tak kunjung ada konfirmasi darinya. Hujan dan rasa laparlah yang akhirnya menuntun langkahku ke rumah makan ini. Tak disangka kutemukan wajah sendu itu di sudut ruang. Pandangannya yang menerawang mengusikku untuk menyapanya. Dan akhirnya inilah yang terjadi. Aku terdiam, larut dalam tutur sedihnya.

“Aku tak tahu, Nduk. Apa masih bisa menaruh kepercayaan penuh padanya. Kau tahu, aku tidak mudah percaya dengan orang. Saat aku menerimanya dulu, itu pun membutuhkan waktu yang lama untuk mempercayai niat baiknya. Jadi, saat kepercayaan itu ternoda, rasanya sakit sekali. Aku takut ikatan kami mengendur. Pegangan kami tak lagi kuat.”

Hwaduh, lagi-lagi tentang kepercayaan. Tema berat yang seringkali menjadi hantu dalam sebuah hubungan. Dan sayangnya ini bukan cerita pertama yang kudapat dalam satu minggu ini saja. Hmmm, memang susah sih. Laki-laki, terkadang sadar atau tanpa sadar bermain-main di wilayah ini. Padahal wanita sangat mengagungkan satu hal ini. Oalah, andai semua laki-laki beristri bisa bersikap dan berkata tegas seperti Armada, “Aku Hanya Ingin Setia”. Mungkin tak akan ada wajah sendu para istri di hari minggu.

Nah, jika kejadiannya seperti di atas memang menjadi tak mudah. Sang wanita perlu waktu untuk berdamai dengan dirinya, plus belajar mempercayai lagi. Dan pasti dalam fase itu akan ada tuntutan-tuntutan. Sedangkan bagi sang laki-laki pasti juga tak akan nyaman dengan kondisi ini.

Seorang kakang yang pernah mengalami kasus serupa pernah sharing tentang ini. “Tentang ikatan. Aku memang pernah melakukan kesalahan. Tapi aku sudah berusaha memperbaikinya. Dengan tetap memilih dia sebagai pendamping hidupku, tidakkah itu cukup untuk membuktikan komitmenku. Kenapa dia menjadi posesif sekali. Ketidakpercayaannya padaku telah menghancurkan hubungan kami. Dan kami gagal mempertahankannya. Pada akhirnya saya memilih untuk mundur. Melepas ikatan kami. Demi kebahagiaan kami masing-masing.”

Hmm, berat. Tapi aku percaya bahwa kepercayaan bisa dibangun. Dan aku percaya masih sangat banyak laki-laki yang bisa dipercaya. Dan akupun tak akan takut untuk menitip kepercayaan pada dia yang memang layak untuk dititipi kepercayaan. Karna masih ada Mas Gondrong Rizki yang begitu setia pada Amira. Mas Brewok Ikhsan yang setia pada Utari. Arman pada Zahira. Pak Prabu pada Aini.

Hwua....akhirnya menjadi korban sinetron. Plok, plok, plok...applause untuk satu teman yang berhasil membuatku tak begitu apriori pada sinetron. Cerita-ceritanya tentang sinetron yang ia gunakan sebagai metode untuk mendekatkan pasangan-pasangan yang sebelumnya jauh membuatku terusik. Kisah pasangan yang terinspirasi dan hidup mereka berubah, menjadi mesra setelah melihat “Cinta Fitri” padahal sebelumnya pernikahan mereka begitu garing adalah salah satu contoh.

Juga kisah sepasang suami istri yang sudah beranjak tua dan harus menerima kenyataan anak-anak mereka jauh dari mereka, akhirnya malah menjadi kompak karena sering nonton Amira adalah kisah lainnya. Hmm, meski begitu aku tetap lebih suka film dan drama Korea dan Taiwan, meski terkadang sama-sama lebay. Meaning-nya lebih menggigit dan mudah ditemukan menurutku (tuing... di kepala langsung terbayang “Eat, Pray, Love” dan “Bread, Love and Dream”. Bukan apa-apa. Saat aku menginap di kos temanku itu, adiknya langsung memberondongku dengan pertanyaan. Mbak, sudah melihat "Eat, Pray, Love" dan "Bread, love and Dream" belum? Dua kakak beradik ini memang beda banget. Kakaknya penyuka sinetron. Adiknya mirip-mirip denganku. Suka film dan drama dari Korea, Taiwan dan Jepang. Lebih parah bahkan. Koleksinya berjibun. Tapi ketika kami ngumpul bareng ya terpaksa mengamini sang kakak. Khusyuk mendapatkan pencerahan dari sinetron. Makanya jadi tahu lakon-lakon di atas... :)).

Kembali ke topik. Tak mudah memang untuk menaruh kepercayaan kembali setelah kepercayaan itu ternoda. Tapi aku percaya, memberikan kepercayaan kepada pasangan kita akan jauh memberi dampak positif daripada memberinya warning terus menerus bahwa kita tidak mempercayainya. Bagaimanapun, lebih menyenangkan dipercaya orang daripada tidak dipercaya. Bahkan seorang teman pernah berkata, justru ketidakpercayaan bisa membunuh kepercayaan itu sendiri.

Jadi, di awal tahun 2011 ini, dengan penuh percaya diri saya berani berkata :

“Aku percaya pada kita”
Pada impian-impian kita.
Pada langkah-langkah kita.
Pada takdir kita.
Let’s play........................ :)

4 comments:

  1. curahan hati istri ya?

    salam
    erikmarangga

    ReplyDelete
  2. bener mba, wanita butuh waktu untuk memulihkan kepercayaan itu. dan itu tidak mudah, so laki2 apalagi yang telah merusak kepercayaan sang istri, ya harus sabar donk menanti kepercayaan itu kembali, dan jelas harus membantu proses pemulihannya. Iya toh. thanks for share mba...

    ReplyDelete
  3. SUNGGUH SANGAT ROMANTIS AND PUITIS. AND TOO PENUH MAKNA. SALAM

    ReplyDelete
  4. mantap tulisnnya,lanjutin lagi mbak karyanya

    ReplyDelete