“Nduk, Cah Ayu, tahu tho kenapa kupanggil kemari.”
“Maafkan saya, Guru..”
Nduk, Kinanthi, aku tahu. Bebanmu berat. Ada banyak tuntutan dari sekelilingmu. Ada banyak yang datang menggodamu. Tapi kau harus ingat, ada tugas mulia menantimu..”
“Saya masih mengingatnya dengan jelas, Guru. Saya akui, terkadang saya lelah menahannya dan tergoda untuk menjauh. Maafkan saya…”
“Ra popo Nduk, aku bisa memahaminya. Rasa manusiamu seringkali membuatmu lemah. Tapi percayalah, semua yang terjadi bukan salahmu. Takdir menggariskannya seperti itu.”
“Satu yang harus kau pahami. Setiap kalian mengemban tugas masing-masing. Dan semua sudah disesuaikan dengan jalan yang kalian pilih. Jadi, tak perlu kau merasa tidak enak hati. Semua sudah diatur dalam Kitab Kehidupan. Perbanyaklah dzikir, perbaiki sholatmu. Engkau tahu, justru karena itulah yang membuatmu berbeda dari yang lain. Dan karena itulah kau dipilih untuk tugas itu..”
“Apakah sudah saatnya dia datang, Guru…”
“Aku tidak ingin mendahului kehendak Tuhan. Tapi kulihat cahayanya semakin terang. Sudah saatnya kau mempersiapkan diri…”
“Baik, Guru. Apakah ada yang khusus harus saya lakukan, Guru…?”
“Tidak, Asmaul Husna akan menuntunmu. Beningkan saja fikir dan jiwamu, agar kau mudah membaca pertanda dari-Nya..”
“Baik, Guru. Saya pamit dulu………”
…………………………………………………………………………………………..
Tuhan betapa aku malu
Atas semua yang Kau beri
Padahal diriku terlalu sering membuat-Mu kecewa
Entah mungkin karena ku terlena
Sementara Engkau beri aku kesempatan
berulangkali agar aku kembali
Dalam fitrahku sebagai manusia untuk menghambakan-Mu
Betapa tak ada apa-apanya
Aku di hadapan-Mu
Aku ingin mencintai-Mu
Setulusnya, sebenar-benar aku cinta
Dalam Doa dalam ucapan
Dalam setiap langkahku
Aku ingin mendekati-Mu
Selamanya, sehina apapun diriku
Ku berharap untuk bertemu dengan-Mu
Ya Rabbi…….
(taken from “Muhasabah Cinta”)
Friday, January 1, 2010
Long Journey : Rindu Cahaya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
saya suka kata-kata itu: "beningkan saja fikir dan jiwamu, agar mudah membaca pertanda dari-Nya..."
ReplyDeletesaya perlu itu...
oh..., itu kata-kata yang mudah ditulis tapi konsekuensinya panjaaaaaang bener.......
ReplyDeleteakur, saya juga perlu itu..
Manis Bu, tapi kok suwiii.... men baru berkarya to Bu ?
ReplyDeletehmmm, jadi malu.semacam melarikan diri Pak.. hehe...sejatinya bukan melarikan diri. tapi saya menganggap lebih baik seperti itu. menghindari menulis yang tak semestinya ditulis. lho...(hihi, terkadang ndak kuat untuk tidak sentimentil. halah...)
ReplyDeleteSusah menebak apakah ini cerita fiksi atau pengalaman pribadi mbak lintang. Yang jelas mengandung makna yang sangat dalam tentang betapa kecilnya kita sebagai manusia, manakala sedang membutuhkanNya baik sedang dalam suka ataupun duka.
ReplyDelete