Thursday, April 9, 2009

Antara Dua Pilihan


Kali ini tak ingin ku bercerita yang berat-berat pada kalian, wahai sahabatku. Hanya ingin berbagi bingungku. Harapku, ada diantara kalian yang berbaik hati memberi saran. Siapa tahu ada terbersit ide brilian di sana. Mengubah nasi yang telah menjadi bubur menjadi sajian super lezat. Okey…

Ceritanya begini. Salah satu pot di kantorku sekarang sedang merana. Karena dia menjadi ajang pertarungan dua jenis tanaman. Awalnya yang kutanam adalah Aglonema. Aglonema cantik yang kubawa dari rumah. Mencuri koleksi Ibu’ku. Hehe..bercanda. jelas sudah ijinlah. Kalau pun nggak ijin, niatku baik kok. Menyebarkan keindahan.

Haha.., jadi ingat sweet memories dengan teman-teman se-geng. Kami dulu suka mengambil tanaman di tempat-tempat tak bertuan yang kami kunjungi dengan menggunakan mantra ini, “Ijinkan kami mengambil bagianmu. Niat kami baik. Biarkan kami sebarkan indahmu ke penjuru dunia.” Ah, konyol ya. Jelas mereka tak bisa melarang. Lha wong mereka nggak punya mulut dan tangan. Tapi anehnya justru tanaman-tanaman yang kami dapatkan dengan cara seperti itulah yang tumbuh subur di kost kami. Padahal kami tak pernah membeda-bedakan perlakuan. Entahlah, mungkin berarti mereka mengijinkan kali ya. Lah, kok malah ngelantur. Kembali ke laptop, eh, ke permasalahan.

Seperti kuceritakan tadi. Pot berwarna kuning semburat merah bata itu sungguh-sungguh merana. Awalnya baik-baik saja. Aglonema yang kubawa dari rumah mulai bertunas. Semakin lama semakin suburlah dia. Nah, tepat ketika daunnya sudah mulai melebihi tinggi pot di situlah permasalahan dimulai. Kucing-kucing kecil punya Ibuk yang menjaga kantor mulai menyukainya. Aglonema cantik mulai sering ditarik-tarik. Daunnya yang melambai-lambai semakin menggoda kucing-kucing kecil itu. Maka bisa ditebaklah hasilnya. Aglonema cantik meradang. Dia ngambek tak mau meneruskan tumbuhnya. Sebab, setiap kali dia mengeluarkan daun cantiknya, sekejap kemudian daun cantiknya dicabik-cabik kucing-kucing kecil itu.

Nah, aku yang tak mau tau apa yang terjadi langsung main hakim sendiri. Kuberikan ultimatum pada Aglonema cantik. Mau terus tumbuh atau kugantikan dengan yang lain yang lebih menarik? Aglonema cantik diam saja. Dia semakin meradang dan memutuskan untuk mogok tumbuh. Akhirnya kubiarkan saja dia. Jika dia seperti itu terus, pelan namun pasti dia membunuh dirinya sendiri. Kenapa harus kupusingkan. Tapi untuk sementara kubiarkan saja dia di sana. Toh, aku juga belum punya tanaman baru untuk menggantikannya.

Satu waktu aku menemukan tunas Ginger. Kasihan sekali, dia tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Sungguh tak sampai hati kutinggalkan dia. Akhirnya kupungut dan kubawa ke kantor. Karena aku tak punya pot cadangan, kutitipkan Ginger kecil pada pot tempat Aglonema cantik tinggal. Kubilang padanya, “tolong beri dia tempat untuk tumbuh.” Pot berwarna kuning semburat merah bata itu sempat protes. “Bagaimana kalau Aglonema cantik marah?”. “Biarkan saja, toh dia tak mau kompromi denganku,” jawabku sambil berlalu.

Hari terus berganti, tak terasa 3 purnama berlalu. Dan Ginger kecil telah menjelma menjadi Ginger yang anggun dan kuat. Bahkan dia telah mendominasi seluruh pot itu. Aku senang melihat perkembangannya. Aglonema cantik tertutup sudah di balik rimbun Ginger. Dia hanya mampu sesekali menunjukkan diri ketika angin menggoyang Ginger. Tapi dia tak menyerah. Sekuat tenaga dia bertumbuh. Dan akhirnya pelan namun pasti dia mampu unjuk gigi. Meski tetap saja dia harus pintar-pintar mencuri waktu. Ginger sudah terlalu besar kini.

Pot berwarna kuning semburat merah bata itulah yang akhirnya kewalahan. Setiap saat dia harus melihat dua makhluk cantik itu berperang. Berebut tempat, berebut kuasa. Aku jadi ikut-ikutan memperhatikan mereka. Tapi setiap kali kuperhatikan, aku seperti melihat mereka semakin ganas. Mereka berusaha menarik perhatianku dengan berbagai cara. Aglonema sebagai penghuni lama, dan Ginger sebagai penghuni baru.

“Putri, bukankah dulu engkau yang membawaku datang kemari dengan penuh kasih sayang? Kau tanam aku, kau rawat aku sepenuh hatimu. Tolong, jangan perlakukan aku seperti ini. Enyahkan dia dari tempatku. Lagian, kalau dibandingkan jelas aku lebih cantik, lebih menarik. Dia, apa yang bisa dibanggakan darinya,” Aglonema mencoba menarik hatiku.

“Putri, aku juga tidak pernah memintamu untuk membawaku ke sini. Engkau juga yang memutuskan menolongku, merawatku, menjauhkanku dari tangan-tangan tak bertanggung jawab. Engkau membiarkanku tumbuh dan berkembang di sini. Hingga aku menjelma menjadi sosok yang kuat. Adilkah jika tiba-tiba engkau mencerabutku dari sini? Bukankah dulu engkau memutuskan menaruhku di sini karena dia telah kau anggap tak berguna lagi?” Ginger berseru tak mau kalah.

“Putri, engkau harus segera membuat keputusan. Yang mana yang akan kau pilih. Engkau tak bisa terus mempertahankan dua-duanya seperti ini. Kasihan mereka jika terus begini. Ayolah, buat keputusan. Sebelum engkau semakin sulit untuk memutuskan. Sebelum engkau melihat kerusakan. Jika cantik yang kau lihat sekarang, bisa kupastikan dua tiga bulan lagi kerusakanlah yang akan kau saksikan. Kasihani juga aku. Tak mampu aku terus menerus mendamaikan mereka.

Ah, aku pusing mendengar seruan-seruan mereka. Yang manakah yang harus kupilih. Aglonema, dialah yang pertama tinggal di situ. Ginger, meski dia baru tapi dia telah menguasai tempat itu. Akar-akarnya telah menghunjam kuat di pot berwarna kuning semburat merah bata itu. Umbinya-pun sudah mulai terlihat. Sebentar lagi bisa untuk membuat wedang jahe. Tapi Aglonema, kasihan kalau dia kupindahkan. Pasti dia sakit hati. Perjuangannya untuk mempertahankan diri juga luar biasa. Aduh, semakin bingung jadinya.

Teman, bisa membantuku? Yang manakah yang harus kupertahankan. Aglonema atau Ginger. Aku tahu, bagaimanapun aku harus mengambil keputusan. Betul kata pot berwarna kuning semburat merah bata itu. Mempertahankan dua-duanya hanya akan merusak mereka. Jadi ingat nasehat salah satu guru. Beliau pernah berkata, lebih baik meletakkan dua telur di keranjang berbeda. Jangan dalam satu keranjang. Kalau dalam satu keranjang, begitu bergesekan, pecah dua-duanya.

Dan aku tak ingin mereka pecah, mereka rusak. Aku ingin dua-duanya terus hidup,, tumbuh dan berkembang. Memberikan bakti terbaik mereka pada dunia. Bukan hanya padaku saja. Meski untuk itu aku harus rela melepas salah satunya, dan memindahkannya ke pot lain. Tapi yang mana yang harus kupindah…………..?

Catt.
Begitu terasa dekat kan kisahnya? Aglonema vs Ginger hanyalah satu kisah dari sekian kisah senada. Bahwa dalam hidup, kita harus mampu membuat pilihan-pilihan. Pilihan terbaik bukan saja hanya untuk kita, tapi juga untuk orang-orang di sekitar kita, untuk kehidupan semesta. Karena satu pilihan kita, sudah pasti akan mempengaruhi jalinan cerita dari seluruh cerita kehidupan semesta.

Ah, dunia yang selalu dipenuhi hal-hal tak terduga ini memang mensyaratkan hadirnya orang-orang yang senantiasa siap mengambil keputusan. Laksana Arjuna dan Srikandi dalam perang Bharatayuda. Andai Arjuna lebih memilih rasa dan tak mau menjadi panglima menghadapi Karna, mungkin Bharatayuda menjadi lain ceritanya. Andai Srikandi memilih untuk tetap menjadi wanita di balik layar, mungkin Pandawa tak meraih kemenangan. Sesulit apapun, tetap saja keputusan harus ada.

* untuk yang sedang harus membuat pilihan, sesulit apapun keputusan harus ada. Semoga diberi bening hati, jernih fikir, hingga terambil keputusan terbaik. Untukmu, untuknya, untuk kita.
* gambar diambil dari sini

Selengkapnya...